BAB II
PEMBAHASAN
ORGANISASI
PERGERAKAN NASIONAL
2.1. Latar Belakang Pembentukan
Organisasi Pergerakan Nasional
Sejak
kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Nusantara pada abad ke-16, bangsa
Indonesia telah mengadakan perlawanan. Namun segala bentuk perlawanan yang
dilakukan tersebut selalu mengalami kegagalan. Adapun faktor penyebab gagalnya perjuangan
bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah adalah:
a. Perjuangan
bersifat kedaerahan.
b. Perlawanan
tidak dilakukan secara serentak.
c. Masih
tergantung pimpinan (jika pemimpin tertangkap, perlawanan terhenti).
d. Kalah
dalam persenjataan.
e. Belanda
menerapkan politik adu domba (devide et impera).
Berdasarkan
pengalaman tersebut, kaum terpelajar ingin berjuang dengan cara yang lebih
modern yaitu menggunakan kekuatan organisasi. Pada tanggal 20 Mei 1908 kaum
terpelajar mendirikan wadah perjuangan yang dikenal dengan Budi Utomo. Lahirnya
Budi Utomo ini kemudian diikuti oleh lahirnya organisasi-organisasi sosial, ekonomi,
dan politik yang lain. Lahirnya organisasi-organisasi tersebut menandai lahirnya
masa pergerakan nasional. Pergerakan nasional ini mempunyai ciri-ciri yang
berbeda dengan pergerakan bangsa Indonesia sebelumnya. Pergerakan nasional
setelah tahun 1908 mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a. Pergerakan
bersifat kebangsaan (nasional).
b. Pergerakan
menggunakan sistem organisasi yang modern dan demokratis, serta tidak terpusat
pada pimpinan.
c. Pergerakan
didirikan oleh kaum terpelajar yang memiliki pandangan luas dan jauh ke depan.
d. Bentuk
perjuangan tidak bersifat fisik, melainkan gerak sosial,ekonomi, dan
pendidikan.
Adapun laju pergerakan nasional Indonesia
disebabkan oleh faktor dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
1.
Faktor dari dalam negeri
Faktor-faktor yang mendorong pergerakan
nasional yang muncul dari bangsa sendiri di antaranya adalah:
a. penderitaan yang berkepanjangan,
b. lahirnya golongan cendikiawan, dan
c. kenangan kejayaan masa lampau yang pernah
dialami bangsa Indonesia pada zaman Sriwijaya dan Majapahit.
2.
Faktor dari luar negeri
Faktor yang berpengaruh terhadap munculnya
pergerakan nasional Indonesia yang berasal dari luar negeri adalah:
a.
kemenangan
Jepang atas Rusia 1905,
b.
kebangkitan
nasional negara-negara tetangga seperti India dan Filipina,
c. pengaruh
masuknya paham-paham baru seperti nasionalisme dan demokrasi.
2.2. Pelopor Pergerakan
2.2.1.
Sarekat Islam
Pergerakan
ini pada mulanya bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh
Haji Samanhudi di Surakarta pada tahun 1911. Tujuannya adalah memperkuat
persatuan pedagang pribumi agar mampu bersaing dengan pedagang asing
terutama pedagang Cina. Namun pada tanggal 10 September 1912 SDI diubah
menjadi Sarekat Islam (SI). Tujuan pergantian nama ini didasarkan atas
pertimbanganpertimbangan sebagai berikut:
a. Ruang
gerak pergerakan ini lebih luas, tidak terbatas dalam masalah perdagangan
melainkan juga bidang pendidikan dan politik.
b. Anggota
pergerakan ini tidak hanya terbatas dari kaum pedagang, tetapi kaum Islam pada
umumnya.
Sarekat
Islam adalah organisasi yang bercorak sosial, ekonomi, pendidikan, dan keagamaan,
namun dalam perkembangannya Sarekat Islam juga bergerak di bidang politik. Sarekat
Islam tumbuh sebagai organisasi massa terbesar pertama kali di Indonesia. Pada
tanggal 20 Januari 1913 Sarekat Islam mengadakan kongres yang pertama di
Surabaya. Dalam kongres ini diambil keputusan bahwa:
a. Sarekat
Islam bukan partai politik dan tidak akan melawan pemerintah Hindia Belanda.
b. Surabaya
ditetapkan sebagai pusat SI.
c. HOS
Tjokroaminoto dipilih sebagai ketua.
d. Kongres
pertama ini dilanjutkan kongres yang kedua di Surakarta yang menegaskan bahwa
SI hanya terbuka bagi rakyat biasa. Para pegawai pemerintah tidak boleh menjadi
anggota SI karena dipandang tidak dapat menyalurkan aspirasi rakyat.
Pada
tanggal 17-24 Juni 1916 diadakan kongres Sarekat Islam yang ketiga di Bandung.
Dalam kongres ini Sarekat Islam sudah mulai melontarkan pernyataan politiknya. Sarekat
Islam bercita-cita menyatukan seluruh penduduk Indonesia sebagai suatu bangsa
yang berdaulat (merdeka). Tahun 1917 SI mengadakan kongres yang keempat di Jakarta.
Dalam
kongres ini Sarekat Islam menegaskan ingin memperoleh pemerintahan sendiri
(kemerdekaan). Dalam kongres ini Sarekat Islam mendesak pemerintah agar
membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad). SI mencalonkan H.O.S.
Tjokroaminoto dan Abdul Muis sebagai wakilnya di Volksraad. Antara tahun
1917–1920 perkembangan Sarekat Islam sangat terasa pengaruhnya dalam dunia
politik di Indonesia. Corak demokratis dan kesiapan untuk berjuang yang
dikedepankan Sarekat Islam, ternyata dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh sosialis
untuk mengembangkan ajaran Marxis. Bahkan beberapa pimpinan Sarekat Islam
menjadi pelopor ajaran Marxis (sosialis) di Indonesia dan berhasil menghasut
sebagian anggota Sarekat Islam. Pemimpin-pemimpin Sarekat Islam yang merupakan
pelopor ajaran Marxis (sosialis) di antaranya Semaun dan Darsono. Sebagai
akibat masuknya paham sosialis ke tubuh Sarekat Islam yang dibawa Sneevliet
melalui Semaun CS, pada tahun 1921 SI pecah menjadi dua:
1. SI sayap kanan atau SI Sayap putih
SI
ini tetap berlandaskan nasionalisme dan keislaman. Tokohnya HOS Cokroaminoto
dan H. Agus Salim serta Surya Pranoto. Pusatnya di Jogjakarta.
2. SI
sayap kiri atau SI sayap merah
Sarekat
Islam ini berhalauan sosialis kiri (komunis) yang nantinya menjadi PKI.
Tokohnya Semaun. Adapun pusatnya di Semarang.
Pada
Kongres nasional SI ketujuh di Madiun tahun 1923 SI diganti menjadi PSI atau
Partai Sarekat Islam. Tujuannya untuk menghapus kesan SI dari pengaruh
sosialisme kiri. Tahun 1927 merupakan than terakhir dari masa transisi PSI untuk
menciftakan struktur partai yang kuat. Pada tahun 1928 dan 1929
pemimpin-pemimpin PSI merasa khawatir atas dominasi Partai Nasional Indonesia
(PNI) dalam gelanggang politik.
PSI
yang merupakan badan Federasi PPPKI, lambat laun merasa tidak senang terhadap
Federasi tersebut. Dalam kongres PPPKI di Solo pada akhir bulan Desember 1929
Muhammad Husni Thamrin menyatakan sangat keberatan atas sikap PSI cabang
Batavia yang menolak ikut serta dalam rapat-rapat protes PPPKI terhada poenale sanctie yang dilaksanakan pada
bulan Desember 1929. Menanggapi kritik itu PSI mengancam keluar dari PPPKI.
Kemudian, salah satu keputusan hasil kongres PSI tahun 1930 adalah mengubah
nama partai menjadi Partai Serikat Islam Indonesia (PSII). Perubahan itu
dilakukan untuk menunjukkan, seperti juga partai-partai lainya, sama
berbaktinya terhadap pembentukan negara kesatuan Indonesia.
Karena
semakinkurangnya pengaruh PSI diakibatkan adanya persaingan politik dari pihak
lain, sehingga pada tanggal 24-27 Januari 1930, pada kongres PSI ke-17
memutuskan pembaruan organisasi. Pada tingkat pusat partai dipimin oleh dua
badan pengurus yaitu, Dewan Partai dan Majelis Tahkim PSII yang dibentuk oleh kongres
dan satu badan eksekutif Lajnah Tanfidziyah PSII yang bertanggung jawab kepada
Dewan Partai yng bertanggung jawab dalam masa antara dua kongres.pembagian itu
dilakukan karena berkurangnya kesehatan kedua pemimpin Cokroaminoto dan Agus
Salim yang waktu itu dianggap tidak dapat digantikan siapapun juga dalam
partai. Badan Eksekutif itu sebagai pengurus harian terdiri dari
pemimpin-pemimpin departeme-departemen yang juga duduk di Badan Legislatif
bersama utusan dari cabang-cabang. Dewan Partai tugasnya mengawasi jalannya
azas partai secara tepat dan menyelesaikan semua perselisihan.
Pada
akhir tahun 1930 PSII keluar dari PPPKI karena kelompok studi umum di Surabaya
kurang menghormati agama Islam; perkumpulan-perkumpulan lain anggota PPPKI
selalu bertengkar karena perkumpulan-perkumpulan itu menetang poligami (J.M.
Pluvier,op.cit.,hlm.71). pada saat
tersebut PSII pecah menjadi beberapa partai kecil.
2.2.2. Indische Partij
Indische
Partij berdiri di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Pendiri Indische
Partij terkenal dengan sebutan tiga serangkai, yaitu Douwes Dekker (ketua), dr.
Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (wakil ketua). Indische Partij
adalah organisasi pergerakan nasional Indonesia pertama kali yang
terang-terangan bergerak di bidang politik. Tujuan Indische Partij, yaitu
menumbuhkan dan meningkatkan nasionalisme untuk memajukan tanah air yang
dilandasi jiwa nasional serta mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.
Dalam program kerjanya ditetapkan langkah-langkah untuk menyukseskan Indische
Partij yaitu:
a.
Meresapkan cita-cita kesatuan nasional
Indonesia.
b.
Memberantas kesombongan sosial dalam
pergaulan, baik dibidang pemerintahan maupun kemasyarakatan.
c.
Memberantas usaha-usaha yang
membangkitkan kebencian antara agama yang satu dengan agama yang lain.
d.
Memperbesar pengaruh pro Hindia
(Indonesia) di dalam pemerintahan.
e. Memperbaiki
keadaan ekonomi bangsa Indonesia, terutama memperkuat mereka yang ekonominya
lemah.
Indische
Partij terdiri diatas dasar nasionalisme
yang luas menuju kemerdekaan Indonesia. Indonesia sebagai “National Home” semua orang keturuna Bumiputera, Belanda, Cina, Arab
dan sebagainya yang mengakui Indonesia sebagai tanah air dan kebangsaannya.
Paham ini pada waktu dahulu dikenal sebagai Indisch
nationalisme. Yang kemudian hari melalui perhimpunan Indonesia dan PNI
menjadi Indonesich Nationalisme atau
Nasionalisme Indonesia. Pasal-pasal ini pulala yang menyatakan Indische Partij
sebagai partai politik yang pertama di Indonesia. Bahwa Indische Partij adalah
suatu partai yang radikal juga, dinyatakan Douwes Dekker, didirikan partai ini
merupakan “penantangan perang dari pihak buadak koloni yang membayar lasting kepada kerajaan penjajah,
pemungut pajak.”
Berbeda
dengan sikat hati-hati terhadap Budi Utomo dan Serikat Islam pemerintah Hindia
Belanda bersikap tegas terhadap Indische Partij. Permohonan yang diajukan
kepada Gubernur Jendral untuk mendapat pengakuan sebagai badan hukum pada 4
Mare 1913. Ditolak dengan alasan organisasi ini berdasarkan politik dan
mengancam hendak merusak keamanan umum. Juga setelah pihak Indische Partij mengadakan
audiensi kepada Gubernur Jenderal dan diubanya pasal kedua dari anggaran dasar,
Indische Partij tetap merupakan partai terarang. Ini terjadi pada 11 Maret
1913. Kejadian ini merupakan peringatan keras bagi Indische Partij dan juga
partai-partai lain, bahwa kemerdekaan itu tidak dapat diterima sebagai hadiah
dari pemerintahan kolonial. Kemerdekaan itu haruslah direbut, ehingga makin
jelas perkataan Douwes Dekker setahun sebelumya, bahwa ”pngertian Hindia
haruslah dipandang sebagai salah satu dari partai yang bertentangan dengan
cita-cita kemerdekaan. Pemerintah yang berkuasa disuatu tanah jajahan, bukanlah
pemimpin namanya melainkan penindasan dan penindasan itu adalah musuh yang
sebesar-besarnya bagi ksesejahteraan rakyat, lebih berbahaya dari pemberontakan
atau gerakan yang meminta perubahan pemerintahan (revolusi).
Karena
penulisan sebuah risalah yang berjudul“Als ik een Nederlander was” oleh Suwardi
Suryaninggrat pada sehubungan maksud Belanda mengadakan ulang tahun ke-100
kemerdekaan negeri Belanda terhadap Perancis. Pada bulan Agustus 1912, Douwes
Dekker, dr. Tjipto Mangunkusumo dan suwardi Suryaninggrat dijatuhi hukuman
pembuangan, dan mereka memilih Belanda. Setelah kepergian tiga serangkai
membawa pengaruh terhadap Indische Partij yang semakin lama semakin menurun.
2.3.
Masa Radikal (Tahun 1920 – 1927-an)
Perjuangan
bangsa Indonesia dalam melawan penjajah pada abad XX disebut masa radikal
karena pergerakan-pergerakan nasional pada masa ini bersifat radikal/keras
terhadap pemerintah Hindia Belanda. Mereka menggunakan asas nonkooperatif.
Organisasi-organisasi yang bersifat radikal adalah:
2.3.1. Perhimpunan
Indonesia (PI)
Organisasai
ini pada mulanya bernama Indische Vereeniging yang berdiri di negeri Belanda pada tahun
1908. Organisasi ini dipelopori oleh para mahasiswa Indonesia yang
sedang belajar di Belanda. PI pada mulanya bergerak di bidang sosial,
tahun 1922 namanya diganti menjadi Indonesia Vereeniging. Tokoh-tokoh
pendiri Perhimpunan Indonesia antara lain R.P. Sosro Kartono, R.Husein
Djoyodiningrat, R.M Noto Suroto, Notodiningrat, Sutan Kasyayangan
Saripada, Sumitro Kolopaking, dan Apituley. Di samping bergerak
di bidang sosial, organisasi ini merambah ke dunia politik. Untuk
menyalurkan gagasannya mereka menerbitkan majalah Hindia Putra.
Kegiatan ini makin radikal setelah tahun 1924 berganti nama Perhimpunan
Indonesia (PI). Kemudian majalah Hindia Putra diganti nama menjadi Indonesia
Merdeka. Tokohnya yang terkenal terutama Moh. Hatta dan Ahmad
Subarjo. PI banyak menulis artikel perjuangan di Indonesia Merdeka. Perhimpunan
Indonesia juga mendatangi kongres-kongres di luar negeri untuk
memperoleh dukungan. Perhimpunan Indonesia di bawah pimpinan Moh. Hatta
diakui oleh organisasi lain di Indonesia sebagai pelopor dalam
perjuangan diplomasi ke luar negeri.
Dalam pertemuan-pertemuan yang dihadirinya ditegaskan
tentang tuntutan Indonesia merdeka, seperti pada Kongres Liga
Demokrasi Internasional pertama di Paris tahun 1926 dan Kongres
Liga Demokrasi Internasional kedua tahun 1927 di Berlin yang
menyokong perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia. Keyakinan
yang dikembangkan untuk mencapai tujuan itu adalah:
1.
Perlunya persatuan seluruh tanah Indonesia.
2.
Perlunya mengikutsertakan seluruh tanah air
Indonesia.
3.
Adanya perbedaan kepentingan antara
penjajah dan yang dijajahmaka tidak mungkin adanya kerja sama (non kooperatif).
4. Perlunya
kerja sama dan segala cara harus dilakukan untuk memulihkan jiwa dan raga
kehidupan bangsa Indonesia yang rusak akibat penjajahan.
Karena kegiatan Perhimpunan Indonesia tidak disukai oleh
Belanda, maka pada bulan September 1927 pemimpin-pemimpin
Perhimpunan Indonesia ditangkap dan diadili. Pemimpin tersebut
antara lain Mohammad Hatta, Nazir Datuk Pamuncak, Ali
Sastroamidjoyo, dan Abdul Madjid Djojodiningrat. Dalam
pengadilan di Deen Haag bulan Maret 1928 Moh Hatta
mengajukan pembelaan dengan judul Indonesia
Vrij (Indonesia Merdeka). Keempat tokoh tersebut
akhirnya dibebaskan karena tidak terbukti bersalah, tetapi
Belanda tetap mengawasi dengan ketat kegiatan Perhimpunan
Indonesia.
2.3.2. Partai Komunis Indonesia (PKI)
Ajaran komunis masuk ke Indonesia dibawa oleh orang Belanda,
yaitu H.J.F.M. Sneevliet, yang bekerja pada sebuah surat kabar di Semarang.
H.J.F.M. Sneevliet mendirikan partai yang berhaluan komunis dengan nama Indische
Social Democraties The Vereeniging (ISDV).
Namun ternyata, ajaran komunis kurang mendapat respons dari
masyarakat, sehingga merubah taktik penyebarluasan pengaruh dengan
melakukan penyusupan ke organisasi-organisasi yang telah
ada. Salah satu korban penyusupan komunis adalah SI, melalui tokoh
Semaun dan Darsono. Akhirnya pada tanggal 23 Mei 1920
dibentuklah organisasi dengan nama Partai Komunist Hindia yang pada
bulan Desember tahun yang sama namanya dirubah menjadi
Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tanggal 16 Desember 1926
PKI melakukan pemberontakan di berbagai tempat di Pulau
Jawa. Tapi berhasil dipadamkan oleh pemerintah
Hindia Belanda. Adapun di Sumatra Barat, pemberontakan PKI baru
meletus pada tanggal 1 Januari 1927, tetapi dalam waktu tiga
hari pemberontakan tersebut dapat dipadamkan oleh pemerintah
Hindia Belanda. Akibat pemberontakan yang gagal ini pemerintah kolonial makin
bertindak keras dan tegas terhadap organisasi-organisasi pergerakan
nasional yang ada pada saat itu.
2.3.3. Nahdatul
Ulama
Pendiri
NU adalah K.H. Hasyim Asy’ari dari Pondok Pesantren Tebu Ireng. NU berdiri pada
tanggal 31 Januari 1926. NU bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial,
dan budaya. Tujuannya adalah mencerdaskan umat Islam dan menegakkan syariat
agama Islam berdasarkan Mazhab Syafi’i. Selain bergerak dalam bidang agama
pendidikan, sosial, dan budaya NU juga bergerak dalam bidang politik. Hal
tersebut dapat dilihat dari kegiatannya yaitu mendorong kepada rakyat untuk
memperoleh kemerdekaan. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1946 NU menyatakan
sebagai organisasi sosial politik.
2.3.4. Partai
Nasional Indonesia (PNI)
Organisasi
ini semula bernama Perserikatan Nasional Indonesia. PNI berdiri di Bandung pada
tangal 4 Juli 1927. Pendirinya adalah Ir. Soekarno, Anwari, Mr. Sartono, Mr.
Iskaq Cokroadisuryo, Mr. Sunaryo, M. Budiarto, dan dr. Samsi. Dalam kongres Perserikatan
Nasional yang pertama di Surabaya, Perserikatan Nasional Indonesia diubah
namanya menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Tujuannya adalah mencapai
Indonesia Merdeka atas usaha sendiri. Adapun ideologinya adalah marhaenisme, bersifat
mandiri, dan nonkooperatif. Sebagai wadah persatuan politik yang ada di
Indonesia pada tanggal 17 Desember 1927 diselenggarakan kongres pertama dengan
tujuan agar langkah dan perjuangan partai-partai yang ada seragam.
Dalam
kongresnya di Surabaya pada tahun 1928 PNI berhasil menyusun program kegiatan
dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial.
3. Dalam bidang politik
a. Memperkuat
rasa kebangsaan dan persatuan.
b. Pan
Asianisme (memperkuat hubungan dengan bangsabangsa Asia yang masih terjajah).
c. Menuntut
kebebasan pers, berserikat, dan warga negara.
d. Menyebarkan
pengetahuan sejarah nasionalisme untuk mengembangkan nasionalisme.
4. Dalam bidang ekonomi
a. Mengajarkan
prinsip perekonomian nasional berdikari, membantu pengembangan perindustrian
dan perdagangan nasional.
b. Mendirikan
bank nasional dan koperasi untuk mencegah riba.
5. Dalam bidang sosial
a. Memajukan
pengajaran nasional.
b. Memperbaiki
kedudukan wanita dengan manganjurkan monogami.
c.
Memajukan serikat buruh, serikat tani,
dan pemuda.
Pesatnya
perkembangan PNI menyebabkan Belanda khawatir. Dengan alasan PNI akan
mengadakan pemberontakan, maka tokoh-tokoh PNI ditangkap Belanda dan diajukan
ke pengadilan kolonial. Tokoh-tokoh tersebut di antaranya Ir. Soekarno, Markun
Sumadiredja, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata. Dalam pengadilan di Bandung,
Ir. Soekarno membacakan pembelaannya yang sangat terkenal dengan judul
“Indonesia Menggugat”. Bulan April 1930 Ir. Soekarno dijatuhi hukuman 4 tahun
penjara dan di penjara di Sukamiskin Bandung, sedangkan tokoh lainnya dihukum antara
satu sampai dua tahun. Akhirnya pada tahun 1931 PNI bubar kemudian muncul
Partindo dan PNI Baru.
2.4.
Masa Moderat (Tahun 1930-an)
Sejak
tahun 1930 organisasi-organisasi pergerakan Indonesia mengubah taktik
perjuangannya, mereka menggunakan taktik kooperatif (bersedia bekerja sama)
dengan pemerintah Hindia Belanda. Sebab-sebab perubahan taktik ini antara lain
disebabkan:
1.
Terjadinya krisis malaise yang melanda
dunia.
2. Sikap
pemerintah kolonial makin tegas dan keras terhadap partai-partai yang ada
sebagai dampak PKI yang gagal memberontak.
Organisasi-organisasi
yang berhaluan moderat antara lain:
2.4.1. Partindo 1931
Setelah
Ir.Soekarno dan kawan-kawannya ditangkap Belanda, Mr. Sartono dan tokoh PNI
yang lepas dari incaran Belanda segera mengadakan kongres luar biasa PNI. Dalam
kongres luar biasa ini Mr. Sartono menghendaki PNI dibubarkan dengan alasan
agar pergerakan nasional tetap dapat melanjutkan perjuangannya. Setelah PNI
bubar Mr. Sartono mendirikan Partai Indonesia (Partindo). Asas Partindo
nonkooperatif, mandiri, dan kerakyatan.
2.4.2. PNI Baru
1931
Dengan
dibubarkannya PNI dan berdirinya Partindo menimbulkan penafsiran yang
berbeda-beda di kalangan tokoh PNI sendiri. Kelompok Moh. Hatta dan Sutan
Syahrir mendirikan partai baru dengan Nama Partai Nasional Baru (PNI) Baru. PNI
baru didirikan di Jogjakarta tahun 1931. Asas PNI Baru nonkooperatif, mandiri,
dan kerakyatan. Tujuan PNI Baru lebih menekankan kepada pendidikan kader dan
massa untuk meningkatkan semangat kebangsaan dalam perjuangan mencapai
kemerdekaan Indonesia.
2.4.3. Partai
Indonesia Raya (Parindra)
Partai
ini didirikan oleh dr. Sutomo tahun 1935. Parindra adalah partai peleburan
antara Budi Utomo dan PBI. Tujuan Parindra adalah mencapai Indonesia Raya yang
mulia dan sempurna, karena bersifat kooperatif, maka Parindra mempunyai
wakil-wakil di Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad). Tokoh Parindra yang
duduk di Volkstraad ialah Moh. Husni Tamrin, R. Sukardjo Pranoto, R.P. Suroso,
Wiryoningrat, dan Mr. Susanto Tirtoprodjo.
Usaha-usaha
yang dilakukan Parindra antara lain:
a. Membentuk
usaha rukun tani.
b. Mendirikan
organisasi rukun tani.
c. Membentuk
serikat pekerja.
d. Menganjurkan rakyat agar menggunakan
barang-barang produk sendiri dan lain-lain.
2.4.4. Gerakan
Rakyat Indonesia (Gerindo)
Gerindo
berdiri di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937 sebagai akibat bubarnya Partindo.
Adapun yang menjabat sebagai ketuanya adalah Adnan Kapau Ghani (A. K. Ghani).
Adapun anggota Gerindo di antaranya adalah anggota-anggota Partindo, yaitu Mr.
Moh Yamin, Mr. Amir Syarifudin, Mr. Sartono, S. Mangunsarkoro, Mr.Wilopo, dan
Nyonopranoto. Tujuan Gerindo adalah tercapainya Indonesia merdeka. Sikap
Gerindo yaitu kooperatif.
2.4.5. Gabungan
Politik Indonesia (Gapi)
Berdirinya
Gabungan Politik Indonesia (Gapi) dilatarbelakangi adanya penolakan petisi
Sutarjo dan gentingnya situasi internasional menjelang pecahnya Perang Dunia
II. Gapi bukanlah sebuah partai, melainkan hanya sebuah wadah kerja sama
partai-partai.Gapi berdiri tanggal 21 Mei 1939. Partai-partai yang tergabung
dalam Gapi antara lain Gerindo, Parindra, Pasundan, Persatuan Minahasa, PSII
dan Persatuan Partai Katholik (PPK). Gapi menuntut hak untuk menentukan nasib
dan pemerintahan sendiri. Pada kongres yang pertama tanggal 4 Juli 1939 Gapi
menuntut Indonesia berparlemen. Selain organisasi-organisasi seperti tersebut
di atas masih banyak organisasi kepemudaan dan keagamaan lainnya yang ada dan berkembang
pada masa itu antara lain:
a. Pergerakan
Tarbiyah Islamiyah (Perti) tahun 1928.
b. Majelis
Islam A’la Indonesia (MIAI) tahun 1937)
c. Jong
Islamieten Bond.
d. Sumatra
Thawalib, yang lahir di Minangkabau tahun 1918.
e. Persatuan
Pemuda Kristen
f. Persatuan
Pemuda Katholik.
2.5.
Peran Manifesto Politik 1925,
Kongres Pemuda 1928, Dan Kongres Perempuan Pertama
2.5.1. Manifesto
Politik 1925
Manifesto Politik adalah suatu pernyataan terbuka tentang tujuan
dan pandangan seseorang atau suatu kelompok terhadap negara. Konsep manifesto
politik Perhimpunan Indonesia sebenarnya telah dimunculkan dalam Majalah Hindia
Poetra edisi Maret 1923, akan tetapi Perhimpunan Indonesia baru
menyampaikan manifesto politiknya secara tegas pada awal tahun 1925 yang
kemudian dikenal sebagai Manifesto Politik 1925. Cita-cita Perhimpunan
Indonesia tertuang dalam 4 pokok ideologi dengan memerhatikan masalah sosial,
ekonomi, dan menempatkan kemerdekaan sebagai tujuan politik yang dikembangkan
sejak tahun 1925 dengan rumusan sebagai berikut.
1.
Kesatuan
nasional
Mengesampingkan
pembedaan-pembedaan sempit yang terkait dengan kedaerahan, serta dibentuk suatu
kesatuan aksi untuk melawan Belanda guna menciptakan negara kebangsaan
Indonesia yang merdeka dan bersatu.
2. Solidaritas
Terdapat
perbedaan kepentingan yang sangat mendasar antara penjajah dengan yang dijajah
(Belanda dengan Indonesia). Oleh kerena itu, tanpa membeda-bedakan antarorang
Indonesia, maka harus menyatukan tekad untuk melawan orang kulit putih.
3.
Nonkooperasi
Harus
disadari bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah. Oleh karena itu, hendaklah
dilakukan perjuangan sendiri-sendiri tanpa mengindahkan lembaga yang telah ada
yang dibuat oleh Belanda seperti Dewan Perwakilan Kolonial (Volksraad).
4.
Swadaya
Perjuangan
yang dilakukan haruslah mengandalkan kekuatan diri sendiri. Dengan demikian,
perlu dikembangkan struktur alternatif dalam kehidupan nasional. Politik,
sosial, ekonomi hukum yang kuat berakar dalam masyarakat pribumi dan sejajar
dengan administrasi kolonial (Ingelson, 1983: 5). Dalam rangka merealisasikan
keempat pikiran pokok tersebut diwujudkan ideologi. Manifesto politik di atas
menggambarkan tujuan yang hendakdicapai bangsa Indonesia dan cara-cara untuk
mencapai tujuan. Tujuan bangsa Indonesia sudah jelas, yaitu kemerdekaan bangsa
dan tanah air.Kemerdekaan bangsa Indonesia harus dicapai dengan persatuan dan
melalui usaha sendiri serta aksi massa yang sadar. Adanya perjuangan dan asas
Perhimpunan Indonesia yang jelas dan tegas tersebut sangat menggugah semangat
perjuangan dan persatuan bangsa Indonesia, khususnya di kalangan pemuda,
sehingga mendorong lahirnya Sumpah Pemuda.
2.5.2.
Sumpah Pemuda 1928
1.
Kelahiran
Sumpah Pemuda
Sejak
dirintisnya organisasi yang bersifat nasional Budi Utomo, pemuda juga tergugah
untuk membentuk organisasi-oganisasi yang memperjuangakan nasib bangsanya.
Semula di Indonesia terdapat macam-macam organisasi pemuda yang pada awal
kemunculannya dapat dibedakan menjadi tiga macam:
a. Bersifat kedaerahan
Tumbuhnya
organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan ditandai dengan berdirinya
organisasi Tri Koro Dharmo. Organisasi ini berdiri pada tanggal 7 Maret 1915 di
Jakarta. Pendirinya seorang mahasiswa kedokteran bernama Satiman Wiryosanjoyo,
Kadarman, Sunardi, dan beberapa pemuda lainnya. Pada tahun 1918 namanya diubah
menjadi Jong Java. Kemudian disusul berdirinya organisasi-organisasi pemuda
yang lain yang bersifat kedaerahan. Antara lain Jong Sumantra Bond, Jong
Selebes, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, dan Sekar Rukun (Pasundan).
Berdirinya organisasi-organisasi pemuda kedaerahan ini merupakan tanda-tanda
tumbuhnya kesadaran berorganisasi yang pada akhirnya menumbuhkan kesadaran
nasional.
b. Bersifat nasional
Tumbuhnya
kesadaran nasional di kalangan pemuda ditandai dengan berdirinya
organisasi-organisasi pemuda yang bersifat nasional, antara lain Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) dan Pemuda Indonesia.
c.
Bersifat
keagamaan
Organisasi-organisasi
pemuda yang bersifat keagamaan, antara lain Jon Islami Bond, Anshor Nahdatul
Ulama, Pemuda Muhammadiyah, Persatuan Pemuda Kristen, dan Persatuan Pemuda
Katholik. Pemuda-pemuda tersebut termotivasi oleh keinginan untuk bersatu dan
kesadaran bahwa kemerdekaan Indonesia akan tercapai hanya dengan persatuan.
Untuk menggabungkan semua organisasi kedaerahan menjadi satu kesatuan, mereka
mengadakan Kongres Pemuda Indonesia. Selama zaman penjajahan Belanda, Kongres
Pemuda Indonesia diselenggarakan tiga kali:
1)
Kongres
Pemuda Indonesia I, berlangsung di Jakarta pada tahun 1926
Pada
Kongres Pemuda Indonesia I yang berlangsung tanggal 30 April – 2 Mei tahun 1926
di Jakarta telah diikuti oleh semua organisasi pemuda. Namun, Kongres Pemuda
Indonesia I belum dapat menghasilkan keputusan yang mewujudkan persatuan
seluruh pemuda. Kongres Pemuda Indonesia I hanyalah persiapan Kongres Pemuda
Indonesia II.
2) Kongres Pemuda Indonesia II, berlangsung di Jakarta
pada tahun 1928
Kongres
Pemuda Indonesia II pada tanggal 27 – 28 Oktober berlangsung di Jakarta. Pusat
penyelenggaraan kongres tersebut di Gedung Indonesische Club di Jl. Kramat Raya
106, tetapi keseluruhan sidang diselenggarakan di tiga tempat. Pemuda bekerja
keras mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, termasuk menyusun panitia
kongres. Pada malam penutupan tanggal 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda Indonesia
II mengambil keputusan sebagai berikut.
a) Menerima
lagu “Indonesia Raya” ciptaan W.R. Supratman sebagai lagu Kebangsaan Indonesia.
b) Menerima
sang “Merah Putih” sebagai Bendera Indonesia.
c) Semua organisasi pemuda dilebur menjadi satu
dengan nama Indonesia Muda (berwatak nasional dalam arti luas).
d) Diikrarkannya
“Sumpah Pemuda” oleh semua wakil pemuda yang hadir.
2.5.3. Kongres Perempuan Indonesia
Perkembangan
organisasi wanita di Indonesia sebagai berikut.
1.
Pada tahun 1912 berdiri organisasi
wanita yang pertama bernama Putri Mardika, yang merupakan bagian dari Budi
Utomo. Putri Mardika mendampingi para perempuan dalam pendidikan, memberikan
beasiswa, dan menerbitkan majalah sendiri.
2.
Pada tahun 1913 di Tasikmalaya berdiri
organisasi Keutamaan Istri yang menaungi sekolah- sekolah yang didirikan oleh
Dewi Sartika.
3.
Atas inisiatif Ny. Van Deventer
berdirilah Kartini Fonds. Salah satu usaha Kartini Fonds adalah mendirikan
sekolah-sekolah yang disebut Sekolah Kartini di berbagai kota seperti Batavia,
Cirebon, Semarang, Madiun, dan Surabaya.
4.
Pada tahun 1914 di Kota Gadang,
Bukittinggi, Sumatra Barat, Rohkna Kudus mendirikan Kerajinan Amal Setia. Salah
satu usahanya adalah mendirikan sekolah-sekolah untuk wanita.
5.
Pada tahun 1917, Siti Wardiah, istri
Ahmad Dahlan mendirikan Aisyiah sebagai bagian dari Muhammadiyah.
6.
Organisasi wanita lainnya yang merupakan
pengembangan dari organisasi pria (pemuda) antara lain:
1) Sarekat Putri Islam
(dari Sarekat Islam).
2) Ina Tuni (dari Jong
Ambon).
3) Jong Java
Meisjekring (dari Jong Java).
4) Jong Islami Bond
Dames Afeiding (dari Jong Islami).
Adapun
tokoh-tokoh wanita Indonesia yang dengan gigih berusaha memperjuangkan derajat
dan emansipasi wanita antara lain:
a.
RA Kartini (1879–1904).
b.
Raden Dewi Sartika (1884–1947).
c.
Maria Walanda Maramis (1872–1924).
2.5.3.1.Kongres
Perempuan Indonesia I
Pada
tanggal 22 Agustus 1928 di Jogjakarta diselenggarakan Kongres Perempuan
Indonesia I diikuti berbagai wakil organisasi wanita di antaranya Ny. Sukamto,
Ny. Ki Hajar Dewantara, dan Nona Suyatin. Kongres berhasil membentuk
Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI) dan berhasil merumuskan tujuan mempersatukan
cita-cita dan usaha memajukan wanita Indonesia serta mengadakan gabungan atau
perikatan di antara perkumpulan wanita. Pada tangal 28–31 Desember 1929 PPI
mengadakan kongres di Jakarta dan mengubah nama PPI menjadi PPII (Perserikatan
Perhimpunan Istri Indonesia).
2.5.3.2.Kongres
Perempuan Indonesia II
Tanggal
20–24 Juli 1935 diadakan Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta dipimpin
oleh Ny. Sri Mangunsarkoro. Kongres tersebut membahas masalah perburuhan
perempuan, pemberantasan buta huruf, dan perkawinan.
2.5.3.3.Kongres
Perempuan Indonesia III
Kongres
Perempuan III berlangsung di Bandung tanggal 23– 28 Juli 1938 dipimpin oleh Ny.
Emma Puradireja, membicarakan hak pilih dan dipilih bagi wanita di badan
perwakilan. Dalam kongres tersebut disetujui RUU tentang perkawinan modern yang
disusun oleh Ny. Maria Ulfah, dan disepakati tanggal lahir PPI 22 Desember
sebagai Hari Ibu.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adanya
penjajahan di negeri Indonesia membuat dan memberikan perhatian bagi pahlawan
bangsa ini untuk bisa membebaskan bangsa ini dari penjajahan. Salah satu jalan
yang ditempuh dalam penggerak kemerdekaan ini adalah melalui organisasi.
Organisasi ini antara lain Budi Utom, Serikat Islam, Indische Partij dan
lainnya.
Pergerakan nasional di Indonesia
dapat digolongkan ke dalam empat kategori yaitu, pertama, pelopor pergerakan
yang antara lain adalah budi utomo, serekat islam dan indische partij. Kedua, Masa
Radikal yang antara lain, Perhimpunan Indonesia, Partai Komunis Indonesia,
Partai Nasional Indonesia, dan Partindo, PNI-Baru, Gerindo. Ketiga, Gerakan
Akhir Masa Hindia Belanda yang terdiri dari Fraksi Nasional, Petisi Sutardjo dan
Gabungan Politik Indonesia. Keempat, Gerakan Perempuan dan Pemuda yang terdiri
dari gerakan perempuan dan gerakan pemuda.
3.2. saran
Kemerdekaan
ini tidaklah didapat dengan mudah, tidaklah didapat dengan sendir melainkan
karena kesatuan rasa bersatu yang terhimpun dalam organisai yang menggerakkan
tujuan iti semakin dekat untuk dicapai. Dan bukanlah perihal yang mudah
berjuang dalam organisasi yang ikhwalnya pada masa oraganisasi kita berdiri
tersebut mendapat pertentengan dari pemerintah kita. Tetapi tidak ada yang
tidak mungkin selagi kita bersama, berusaha dan berjuang untuk tujuan mulia,
hingga apapun usaha kita tetap akan berbuah, jika tidak dipetik dimasa kita
mungkin dimasa setelah kita.
DAFTAR PUSTAKA
Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (2008). Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta :
Balai Pustaka
Sudiyo (2004). Perhimpunan Indonesia. Jakarta : kerjasama PT. Bina Adiaksara
dengan PT. Rineka Cipta
Sudiyo (2002). Pergerakan nasional. Jakarta : PT. Rineka Cifta
Direktur urusan kepahlawanan (2003). Album pahlawan bangsa. Jakarta : PT.
Mutiara Sumber Widya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar