Kamis, 04 Oktober 2012

Organisasi Pergerakan Nasional


BAB II
PEMBAHASAN
ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL
2.1.  Latar Belakang Pembentukan Organisasi Pergerakan Nasional
Sejak kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Nusantara pada abad ke-16, bangsa Indonesia telah mengadakan perlawanan. Namun segala bentuk perlawanan yang dilakukan tersebut selalu mengalami kegagalan. Adapun faktor penyebab gagalnya perjuangan bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah adalah:
a.       Perjuangan bersifat kedaerahan.
b.      Perlawanan tidak dilakukan secara serentak.
c.       Masih tergantung pimpinan (jika pemimpin tertangkap, perlawanan terhenti).
d.      Kalah dalam persenjataan.
e.       Belanda menerapkan politik adu domba (devide et impera).

Berdasarkan pengalaman tersebut, kaum terpelajar ingin berjuang dengan cara yang lebih modern yaitu menggunakan kekuatan organisasi. Pada tanggal 20 Mei 1908 kaum terpelajar mendirikan wadah perjuangan yang dikenal dengan Budi Utomo. Lahirnya Budi Utomo ini kemudian diikuti oleh lahirnya organisasi-organisasi sosial, ekonomi, dan politik yang lain. Lahirnya organisasi-organisasi tersebut menandai lahirnya masa pergerakan nasional. Pergerakan nasional ini mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan pergerakan bangsa Indonesia sebelumnya. Pergerakan nasional setelah tahun 1908 mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a.       Pergerakan bersifat kebangsaan (nasional).
b.      Pergerakan menggunakan sistem organisasi yang modern dan demokratis, serta tidak terpusat pada pimpinan.
c.       Pergerakan didirikan oleh kaum terpelajar yang memiliki pandangan luas dan jauh ke depan.
d.      Bentuk perjuangan tidak bersifat fisik, melainkan gerak sosial,ekonomi, dan pendidikan.
Adapun laju pergerakan nasional Indonesia disebabkan oleh faktor dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
1.      Faktor dari dalam negeri
Faktor-faktor yang mendorong pergerakan nasional yang muncul dari bangsa sendiri di antaranya adalah:
a.       penderitaan yang berkepanjangan,
b.      lahirnya golongan cendikiawan, dan
c.       kenangan kejayaan masa lampau yang pernah dialami bangsa Indonesia pada zaman Sriwijaya dan Majapahit.
2.      Faktor dari luar negeri
Faktor yang berpengaruh terhadap munculnya pergerakan nasional Indonesia yang berasal dari luar negeri adalah:
a.       kemenangan Jepang atas Rusia 1905,
b.      kebangkitan nasional negara-negara tetangga seperti India dan Filipina,
c.       pengaruh masuknya paham-paham baru seperti nasionalisme dan demokrasi.
2.2. Pelopor Pergerakan
2.2.1.           Sarekat Islam
Pergerakan ini pada mulanya bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada tahun 1911. Tujuannya adalah memperkuat persatuan pedagang pribumi agar mampu bersaing dengan pedagang asing terutama pedagang Cina. Namun pada tanggal 10 September 1912 SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Tujuan pergantian nama ini didasarkan atas pertimbanganpertimbangan sebagai berikut:
a.       Ruang gerak pergerakan ini lebih luas, tidak terbatas dalam masalah perdagangan melainkan juga bidang pendidikan dan politik.
b.      Anggota pergerakan ini tidak hanya terbatas dari kaum pedagang, tetapi kaum Islam pada umumnya.
Sarekat Islam adalah organisasi yang bercorak sosial, ekonomi, pendidikan, dan keagamaan, namun dalam perkembangannya Sarekat Islam juga bergerak di bidang politik. Sarekat Islam tumbuh sebagai organisasi massa terbesar pertama kali di Indonesia. Pada tanggal 20 Januari 1913 Sarekat Islam mengadakan kongres yang pertama di Surabaya. Dalam kongres ini diambil keputusan bahwa:
a.       Sarekat Islam bukan partai politik dan tidak akan melawan pemerintah Hindia Belanda.
b.      Surabaya ditetapkan sebagai pusat SI.
c.       HOS Tjokroaminoto dipilih sebagai ketua.
d.      Kongres pertama ini dilanjutkan kongres yang kedua di Surakarta yang menegaskan bahwa SI hanya terbuka bagi rakyat biasa. Para pegawai pemerintah tidak boleh menjadi anggota SI karena dipandang tidak dapat menyalurkan aspirasi rakyat.
Pada tanggal 17-24 Juni 1916 diadakan kongres Sarekat Islam yang ketiga di Bandung. Dalam kongres ini Sarekat Islam sudah mulai melontarkan pernyataan politiknya. Sarekat Islam bercita-cita menyatukan seluruh penduduk Indonesia sebagai suatu bangsa yang berdaulat (merdeka). Tahun 1917 SI mengadakan kongres yang keempat di Jakarta.
Dalam kongres ini Sarekat Islam menegaskan ingin memperoleh pemerintahan sendiri (kemerdekaan). Dalam kongres ini Sarekat Islam mendesak pemerintah agar membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad). SI mencalonkan H.O.S. Tjokroaminoto dan Abdul Muis sebagai wakilnya di Volksraad. Antara tahun 1917–1920 perkembangan Sarekat Islam sangat terasa pengaruhnya dalam dunia politik di Indonesia. Corak demokratis dan kesiapan untuk berjuang yang dikedepankan Sarekat Islam, ternyata dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh sosialis untuk mengembangkan ajaran Marxis. Bahkan beberapa pimpinan Sarekat Islam menjadi pelopor ajaran Marxis (sosialis) di Indonesia dan berhasil menghasut sebagian anggota Sarekat Islam. Pemimpin-pemimpin Sarekat Islam yang merupakan pelopor ajaran Marxis (sosialis) di antaranya Semaun dan Darsono. Sebagai akibat masuknya paham sosialis ke tubuh Sarekat Islam yang dibawa Sneevliet melalui Semaun CS, pada tahun 1921 SI pecah menjadi dua:
1.      SI sayap kanan atau SI Sayap putih
SI ini tetap berlandaskan nasionalisme dan keislaman. Tokohnya HOS Cokroaminoto dan H. Agus Salim serta Surya Pranoto. Pusatnya di Jogjakarta.
2.       SI sayap kiri atau SI sayap merah
Sarekat Islam ini berhalauan sosialis kiri (komunis) yang nantinya menjadi PKI. Tokohnya Semaun. Adapun pusatnya di Semarang.
Pada Kongres nasional SI ketujuh di Madiun tahun 1923 SI diganti menjadi PSI atau Partai Sarekat Islam. Tujuannya untuk menghapus kesan SI dari pengaruh sosialisme kiri. Tahun 1927 merupakan than terakhir dari masa transisi PSI untuk menciftakan struktur partai yang kuat. Pada tahun 1928 dan 1929 pemimpin-pemimpin PSI merasa khawatir atas dominasi Partai Nasional Indonesia (PNI) dalam gelanggang politik.
PSI yang merupakan badan Federasi PPPKI, lambat laun merasa tidak senang terhadap Federasi tersebut. Dalam kongres PPPKI di Solo pada akhir bulan Desember 1929 Muhammad Husni Thamrin menyatakan sangat keberatan atas sikap PSI cabang Batavia yang menolak ikut serta dalam rapat-rapat protes PPPKI terhada poenale sanctie yang dilaksanakan pada bulan Desember 1929. Menanggapi kritik itu PSI mengancam keluar dari PPPKI. Kemudian, salah satu keputusan hasil kongres PSI tahun 1930 adalah mengubah nama partai menjadi Partai Serikat Islam Indonesia (PSII). Perubahan itu dilakukan untuk menunjukkan, seperti juga partai-partai lainya, sama berbaktinya terhadap pembentukan negara kesatuan Indonesia.
Karena semakinkurangnya pengaruh PSI diakibatkan adanya persaingan politik dari pihak lain, sehingga pada tanggal 24-27 Januari 1930, pada kongres PSI ke-17 memutuskan pembaruan organisasi. Pada tingkat pusat partai dipimin oleh dua badan pengurus yaitu, Dewan Partai dan Majelis Tahkim PSII yang dibentuk oleh kongres dan satu badan eksekutif Lajnah Tanfidziyah PSII yang bertanggung jawab kepada Dewan Partai yng bertanggung jawab dalam masa antara dua kongres.pembagian itu dilakukan karena berkurangnya kesehatan kedua pemimpin Cokroaminoto dan Agus Salim yang waktu itu dianggap tidak dapat digantikan siapapun juga dalam partai. Badan Eksekutif itu sebagai pengurus harian terdiri dari pemimpin-pemimpin departeme-departemen yang juga duduk di Badan Legislatif bersama utusan dari cabang-cabang. Dewan Partai tugasnya mengawasi jalannya azas partai secara tepat dan menyelesaikan semua perselisihan.
Pada akhir tahun 1930 PSII keluar dari PPPKI karena kelompok studi umum di Surabaya kurang menghormati agama Islam; perkumpulan-perkumpulan lain anggota PPPKI selalu bertengkar karena perkumpulan-perkumpulan itu menetang poligami (J.M. Pluvier,op.cit.,hlm.71). pada saat tersebut PSII pecah menjadi beberapa partai kecil.

2.2.2.      Indische Partij
Indische Partij berdiri di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Pendiri Indische Partij terkenal dengan sebutan tiga serangkai, yaitu Douwes Dekker (ketua), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (wakil ketua). Indische Partij adalah organisasi pergerakan nasional Indonesia pertama kali yang terang-terangan bergerak di bidang politik. Tujuan Indische Partij, yaitu menumbuhkan dan meningkatkan nasionalisme untuk memajukan tanah air yang dilandasi jiwa nasional serta mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka. Dalam program kerjanya ditetapkan langkah-langkah untuk menyukseskan Indische Partij yaitu:
a.       Meresapkan cita-cita kesatuan nasional Indonesia.
b.      Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik dibidang pemerintahan maupun kemasyarakatan.
c.       Memberantas usaha-usaha yang membangkitkan kebencian antara agama yang satu dengan agama yang lain.
d.      Memperbesar pengaruh pro Hindia (Indonesia) di dalam pemerintahan.
e.       Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Indonesia, terutama memperkuat mereka yang ekonominya lemah.
Indische Partij  terdiri diatas dasar nasionalisme yang luas menuju kemerdekaan Indonesia. Indonesia sebagai “National Home” semua orang keturuna Bumiputera, Belanda, Cina, Arab dan sebagainya yang mengakui Indonesia sebagai tanah air dan kebangsaannya. Paham ini pada waktu dahulu dikenal sebagai Indisch nationalisme. Yang kemudian hari melalui perhimpunan Indonesia dan PNI menjadi Indonesich Nationalisme atau Nasionalisme Indonesia. Pasal-pasal ini pulala yang menyatakan Indische Partij sebagai partai politik yang pertama di Indonesia. Bahwa Indische Partij adalah suatu partai yang radikal juga, dinyatakan Douwes Dekker, didirikan partai ini merupakan “penantangan perang dari pihak buadak koloni yang membayar lasting kepada kerajaan penjajah, pemungut pajak.”
Berbeda dengan sikat hati-hati terhadap Budi Utomo dan Serikat Islam pemerintah Hindia Belanda bersikap tegas terhadap Indische Partij. Permohonan yang diajukan kepada Gubernur Jendral untuk mendapat pengakuan sebagai badan hukum pada 4 Mare 1913. Ditolak dengan alasan organisasi ini berdasarkan politik dan mengancam hendak merusak keamanan umum. Juga setelah pihak Indische Partij mengadakan audiensi kepada Gubernur Jenderal dan diubanya pasal kedua dari anggaran dasar, Indische Partij tetap merupakan partai terarang. Ini terjadi pada 11 Maret 1913. Kejadian ini merupakan peringatan keras bagi Indische Partij dan juga partai-partai lain, bahwa kemerdekaan itu tidak dapat diterima sebagai hadiah dari pemerintahan kolonial. Kemerdekaan itu haruslah direbut, ehingga makin jelas perkataan Douwes Dekker setahun sebelumya, bahwa ”pngertian Hindia haruslah dipandang sebagai salah satu dari partai yang bertentangan dengan cita-cita kemerdekaan. Pemerintah yang berkuasa disuatu tanah jajahan, bukanlah pemimpin namanya melainkan penindasan dan penindasan itu adalah musuh yang sebesar-besarnya bagi ksesejahteraan rakyat, lebih berbahaya dari pemberontakan atau gerakan yang meminta perubahan pemerintahan (revolusi).
Karena penulisan sebuah risalah yang berjudul“Als ik een Nederlander was” oleh Suwardi Suryaninggrat pada sehubungan maksud Belanda mengadakan ulang tahun ke-100 kemerdekaan negeri Belanda terhadap Perancis. Pada bulan Agustus 1912, Douwes Dekker, dr. Tjipto Mangunkusumo dan suwardi Suryaninggrat dijatuhi hukuman pembuangan, dan mereka memilih Belanda. Setelah kepergian tiga serangkai membawa pengaruh terhadap Indische Partij yang semakin lama semakin menurun.
2.3. Masa Radikal (Tahun 1920 – 1927-an)
Perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah pada abad XX disebut masa radikal karena pergerakan-pergerakan nasional pada masa ini bersifat radikal/keras terhadap pemerintah Hindia Belanda. Mereka menggunakan asas nonkooperatif. Organisasi-organisasi yang bersifat radikal adalah:
2.3.1.      Perhimpunan Indonesia (PI)
Organisasai ini pada mulanya bernama Indische Vereeniging  yang berdiri di negeri Belanda pada tahun 1908. Organisasi ini dipelopori oleh para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda. PI pada mulanya bergerak di bidang sosial, tahun 1922 namanya diganti menjadi Indonesia Vereeniging. Tokoh-tokoh pendiri Perhimpunan Indonesia antara lain R.P. Sosro Kartono, R.Husein Djoyodiningrat, R.M Noto Suroto, Notodiningrat, Sutan Kasyayangan Saripada, Sumitro Kolopaking, dan Apituley. Di samping bergerak di bidang sosial, organisasi ini merambah ke dunia politik. Untuk menyalurkan gagasannya mereka menerbitkan majalah Hindia Putra. Kegiatan ini makin radikal setelah tahun 1924 berganti nama Perhimpunan Indonesia (PI). Kemudian majalah Hindia Putra diganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Tokohnya yang terkenal terutama Moh. Hatta dan Ahmad Subarjo. PI banyak menulis artikel perjuangan di Indonesia Merdeka. Perhimpunan Indonesia juga mendatangi kongres-kongres di luar negeri untuk memperoleh dukungan. Perhimpunan Indonesia di bawah pimpinan Moh. Hatta diakui oleh organisasi lain di Indonesia sebagai pelopor dalam perjuangan diplomasi ke luar negeri.
Dalam pertemuan-pertemuan yang dihadirinya ditegaskan tentang tuntutan Indonesia merdeka, seperti pada Kongres Liga Demokrasi Internasional pertama di Paris tahun 1926 dan Kongres Liga Demokrasi Internasional kedua tahun 1927 di Berlin yang menyokong perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia. Keyakinan yang dikembangkan untuk mencapai tujuan itu adalah:
1.      Perlunya persatuan seluruh tanah Indonesia.
2.      Perlunya mengikutsertakan seluruh tanah air Indonesia.
3.      Adanya perbedaan kepentingan antara penjajah dan yang dijajahmaka tidak mungkin adanya kerja sama (non kooperatif).
4.      Perlunya kerja sama dan segala cara harus dilakukan untuk memulihkan jiwa dan raga kehidupan bangsa Indonesia yang rusak akibat penjajahan.
Karena kegiatan Perhimpunan Indonesia tidak disukai oleh Belanda, maka pada bulan September 1927 pemimpin-pemimpin Perhimpunan Indonesia ditangkap dan diadili. Pemimpin tersebut antara lain Mohammad Hatta, Nazir Datuk Pamuncak, Ali Sastroamidjoyo, dan Abdul Madjid Djojodiningrat. Dalam pengadilan di Deen Haag bulan Maret 1928 Moh Hatta mengajukan pembelaan dengan judul Indonesia Vrij (Indonesia Merdeka). Keempat tokoh tersebut akhirnya dibebaskan karena tidak terbukti bersalah, tetapi Belanda tetap mengawasi dengan ketat kegiatan Perhimpunan Indonesia.
2.3.2.      Partai Komunis Indonesia (PKI)
Ajaran komunis masuk ke Indonesia dibawa oleh orang Belanda, yaitu H.J.F.M. Sneevliet, yang bekerja pada sebuah surat kabar di Semarang. H.J.F.M. Sneevliet mendirikan partai yang berhaluan komunis dengan nama Indische Social Democraties The Vereeniging (ISDV). Namun ternyata, ajaran komunis kurang mendapat respons dari masyarakat, sehingga merubah taktik penyebarluasan pengaruh dengan melakukan penyusupan ke organisasi-organisasi yang telah ada. Salah satu korban penyusupan komunis adalah SI, melalui tokoh Semaun dan Darsono. Akhirnya pada tanggal 23 Mei 1920 dibentuklah organisasi dengan nama Partai Komunist Hindia yang pada bulan Desember tahun yang sama namanya dirubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tanggal 16 Desember 1926 PKI melakukan pemberontakan di berbagai tempat di Pulau Jawa. Tapi berhasil dipadamkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Adapun di Sumatra Barat, pemberontakan PKI baru meletus pada tanggal 1 Januari 1927, tetapi dalam waktu tiga hari pemberontakan tersebut dapat dipadamkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Akibat pemberontakan yang gagal ini pemerintah kolonial makin bertindak keras dan tegas terhadap organisasi-organisasi pergerakan nasional yang ada pada saat itu.
2.3.3.      Nahdatul Ulama
Pendiri NU adalah K.H. Hasyim Asy’ari dari Pondok Pesantren Tebu Ireng. NU berdiri pada tanggal 31 Januari 1926. NU bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan budaya. Tujuannya adalah mencerdaskan umat Islam dan menegakkan syariat agama Islam berdasarkan Mazhab Syafi’i. Selain bergerak dalam bidang agama pendidikan, sosial, dan budaya NU juga bergerak dalam bidang politik. Hal tersebut dapat dilihat dari kegiatannya yaitu mendorong kepada rakyat untuk memperoleh kemerdekaan. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1946 NU menyatakan sebagai organisasi sosial politik.
2.3.4.      Partai Nasional Indonesia (PNI)
Organisasi ini semula bernama Perserikatan Nasional Indonesia. PNI berdiri di Bandung pada tangal 4 Juli 1927. Pendirinya adalah Ir. Soekarno, Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskaq Cokroadisuryo, Mr. Sunaryo, M. Budiarto, dan dr. Samsi. Dalam kongres Perserikatan Nasional yang pertama di Surabaya, Perserikatan Nasional Indonesia diubah namanya menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Tujuannya adalah mencapai Indonesia Merdeka atas usaha sendiri. Adapun ideologinya adalah marhaenisme, bersifat mandiri, dan nonkooperatif. Sebagai wadah persatuan politik yang ada di Indonesia pada tanggal 17 Desember 1927 diselenggarakan kongres pertama dengan tujuan agar langkah dan perjuangan partai-partai yang ada seragam.
Dalam kongresnya di Surabaya pada tahun 1928 PNI berhasil menyusun program kegiatan dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial.
3.      Dalam bidang politik
a.       Memperkuat rasa kebangsaan dan persatuan.
b.      Pan Asianisme (memperkuat hubungan dengan bangsabangsa Asia yang masih terjajah).
c.       Menuntut kebebasan pers, berserikat, dan warga negara.
d.      Menyebarkan pengetahuan sejarah nasionalisme untuk mengembangkan nasionalisme.
4.      Dalam bidang ekonomi
a.       Mengajarkan prinsip perekonomian nasional berdikari, membantu pengembangan perindustrian dan perdagangan nasional.
b.      Mendirikan bank nasional dan koperasi untuk mencegah riba.
5.      Dalam bidang sosial
a.       Memajukan pengajaran nasional.
b.      Memperbaiki kedudukan wanita dengan manganjurkan monogami.
c.       Memajukan serikat buruh, serikat tani, dan pemuda.
Pesatnya perkembangan PNI menyebabkan Belanda khawatir. Dengan alasan PNI akan mengadakan pemberontakan, maka tokoh-tokoh PNI ditangkap Belanda dan diajukan ke pengadilan kolonial. Tokoh-tokoh tersebut di antaranya Ir. Soekarno, Markun Sumadiredja, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata. Dalam pengadilan di Bandung, Ir. Soekarno membacakan pembelaannya yang sangat terkenal dengan judul “Indonesia Menggugat”. Bulan April 1930 Ir. Soekarno dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan di penjara di Sukamiskin Bandung, sedangkan tokoh lainnya dihukum antara satu sampai dua tahun. Akhirnya pada tahun 1931 PNI bubar kemudian muncul Partindo dan PNI Baru.
2.4. Masa Moderat (Tahun 1930-an)
Sejak tahun 1930 organisasi-organisasi pergerakan Indonesia mengubah taktik perjuangannya, mereka menggunakan taktik kooperatif (bersedia bekerja sama) dengan pemerintah Hindia Belanda. Sebab-sebab perubahan taktik ini antara lain disebabkan:
1.      Terjadinya krisis malaise yang melanda dunia.
2.      Sikap pemerintah kolonial makin tegas dan keras terhadap partai-partai yang ada sebagai dampak PKI yang gagal memberontak.
Organisasi-organisasi yang berhaluan moderat antara lain:
2.4.1.  Partindo 1931
Setelah Ir.Soekarno dan kawan-kawannya ditangkap Belanda, Mr. Sartono dan tokoh PNI yang lepas dari incaran Belanda segera mengadakan kongres luar biasa PNI. Dalam kongres luar biasa ini Mr. Sartono menghendaki PNI dibubarkan dengan alasan agar pergerakan nasional tetap dapat melanjutkan perjuangannya. Setelah PNI bubar Mr. Sartono mendirikan Partai Indonesia (Partindo). Asas Partindo nonkooperatif, mandiri, dan kerakyatan.
2.4.2.      PNI Baru 1931
Dengan dibubarkannya PNI dan berdirinya Partindo menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda di kalangan tokoh PNI sendiri. Kelompok Moh. Hatta dan Sutan Syahrir mendirikan partai baru dengan Nama Partai Nasional Baru (PNI) Baru. PNI baru didirikan di Jogjakarta tahun 1931. Asas PNI Baru nonkooperatif, mandiri, dan kerakyatan. Tujuan PNI Baru lebih menekankan kepada pendidikan kader dan massa untuk meningkatkan semangat kebangsaan dalam perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia.
2.4.3.      Partai Indonesia Raya (Parindra)
Partai ini didirikan oleh dr. Sutomo tahun 1935. Parindra adalah partai peleburan antara Budi Utomo dan PBI. Tujuan Parindra adalah mencapai Indonesia Raya yang mulia dan sempurna, karena bersifat kooperatif, maka Parindra mempunyai wakil-wakil di Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad). Tokoh Parindra yang duduk di Volkstraad ialah Moh. Husni Tamrin, R. Sukardjo Pranoto, R.P. Suroso, Wiryoningrat, dan Mr. Susanto Tirtoprodjo.
Usaha-usaha yang dilakukan Parindra antara lain:
a.       Membentuk usaha rukun tani.
b.      Mendirikan organisasi rukun tani.
c.       Membentuk serikat pekerja.
d.       Menganjurkan rakyat agar menggunakan barang-barang produk sendiri dan lain-lain.
2.4.4.      Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)
Gerindo berdiri di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937 sebagai akibat bubarnya Partindo. Adapun yang menjabat sebagai ketuanya adalah Adnan Kapau Ghani (A. K. Ghani). Adapun anggota Gerindo di antaranya adalah anggota-anggota Partindo, yaitu Mr. Moh Yamin, Mr. Amir Syarifudin, Mr. Sartono, S. Mangunsarkoro, Mr.Wilopo, dan Nyonopranoto. Tujuan Gerindo adalah tercapainya Indonesia merdeka. Sikap Gerindo yaitu kooperatif.
2.4.5.      Gabungan Politik Indonesia (Gapi)
Berdirinya Gabungan Politik Indonesia (Gapi) dilatarbelakangi adanya penolakan petisi Sutarjo dan gentingnya situasi internasional menjelang pecahnya Perang Dunia II. Gapi bukanlah sebuah partai, melainkan hanya sebuah wadah kerja sama partai-partai.Gapi berdiri tanggal 21 Mei 1939. Partai-partai yang tergabung dalam Gapi antara lain Gerindo, Parindra, Pasundan, Persatuan Minahasa, PSII dan Persatuan Partai Katholik (PPK). Gapi menuntut hak untuk menentukan nasib dan pemerintahan sendiri. Pada kongres yang pertama tanggal 4 Juli 1939 Gapi menuntut Indonesia berparlemen. Selain organisasi-organisasi seperti tersebut di atas masih banyak organisasi kepemudaan dan keagamaan lainnya yang ada dan berkembang pada masa itu antara lain:
a.       Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) tahun 1928.
b.      Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) tahun 1937)
c.       Jong Islamieten Bond.
d.      Sumatra Thawalib, yang lahir di Minangkabau tahun 1918.
e.       Persatuan Pemuda Kristen
f.       Persatuan Pemuda Katholik.
2.5.      Peran Manifesto Politik 1925, Kongres Pemuda 1928, Dan Kongres Perempuan Pertama
2.5.1.      Manifesto Politik 1925
Manifesto Politik adalah suatu pernyataan terbuka tentang tujuan dan pandangan seseorang atau suatu kelompok terhadap negara. Konsep manifesto politik Perhimpunan Indonesia sebenarnya telah dimunculkan dalam Majalah Hindia Poetra edisi Maret 1923, akan tetapi Perhimpunan Indonesia baru menyampaikan manifesto politiknya secara tegas pada awal tahun 1925 yang kemudian dikenal sebagai Manifesto Politik 1925. Cita-cita Perhimpunan Indonesia tertuang dalam 4 pokok ideologi dengan memerhatikan masalah sosial, ekonomi, dan menempatkan kemerdekaan sebagai tujuan politik yang dikembangkan sejak tahun 1925 dengan rumusan sebagai berikut.
1.        Kesatuan nasional
Mengesampingkan pembedaan-pembedaan sempit yang terkait dengan kedaerahan, serta dibentuk suatu kesatuan aksi untuk melawan Belanda guna menciptakan negara kebangsaan Indonesia yang merdeka dan bersatu.
2.      Solidaritas
Terdapat perbedaan kepentingan yang sangat mendasar antara penjajah dengan yang dijajah (Belanda dengan Indonesia). Oleh kerena itu, tanpa membeda-bedakan antarorang Indonesia, maka harus menyatukan tekad untuk melawan orang kulit putih.
3.        Nonkooperasi
Harus disadari bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah. Oleh karena itu, hendaklah dilakukan perjuangan sendiri-sendiri tanpa mengindahkan lembaga yang telah ada yang dibuat oleh Belanda seperti Dewan Perwakilan Kolonial (Volksraad).
4.        Swadaya
Perjuangan yang dilakukan haruslah mengandalkan kekuatan diri sendiri. Dengan demikian, perlu dikembangkan struktur alternatif dalam kehidupan nasional. Politik, sosial, ekonomi hukum yang kuat berakar dalam masyarakat pribumi dan sejajar dengan administrasi kolonial (Ingelson, 1983: 5). Dalam rangka merealisasikan keempat pikiran pokok tersebut diwujudkan ideologi. Manifesto politik di atas menggambarkan tujuan yang hendakdicapai bangsa Indonesia dan cara-cara untuk mencapai tujuan. Tujuan bangsa Indonesia sudah jelas, yaitu kemerdekaan bangsa dan tanah air.Kemerdekaan bangsa Indonesia harus dicapai dengan persatuan dan melalui usaha sendiri serta aksi massa yang sadar. Adanya perjuangan dan asas Perhimpunan Indonesia yang jelas dan tegas tersebut sangat menggugah semangat perjuangan dan persatuan bangsa Indonesia, khususnya di kalangan pemuda, sehingga mendorong lahirnya Sumpah Pemuda.
2.5.2.      Sumpah Pemuda 1928
1.      Kelahiran Sumpah Pemuda
Sejak dirintisnya organisasi yang bersifat nasional Budi Utomo, pemuda juga tergugah untuk membentuk organisasi-oganisasi yang memperjuangakan nasib bangsanya. Semula di Indonesia terdapat macam-macam organisasi pemuda yang pada awal kemunculannya dapat dibedakan menjadi tiga macam:
a.       Bersifat kedaerahan
Tumbuhnya organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan ditandai dengan berdirinya organisasi Tri Koro Dharmo. Organisasi ini berdiri pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta. Pendirinya seorang mahasiswa kedokteran bernama Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman, Sunardi, dan beberapa pemuda lainnya. Pada tahun 1918 namanya diubah menjadi Jong Java. Kemudian disusul berdirinya organisasi-organisasi pemuda yang lain yang bersifat kedaerahan. Antara lain Jong Sumantra Bond, Jong Selebes, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, dan Sekar Rukun (Pasundan). Berdirinya organisasi-organisasi pemuda kedaerahan ini merupakan tanda-tanda tumbuhnya kesadaran berorganisasi yang pada akhirnya menumbuhkan kesadaran nasional.
b.      Bersifat nasional
Tumbuhnya kesadaran nasional di kalangan pemuda ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi pemuda yang bersifat nasional, antara lain Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) dan Pemuda Indonesia.
c.       Bersifat keagamaan
Organisasi-organisasi pemuda yang bersifat keagamaan, antara lain Jon Islami Bond, Anshor Nahdatul Ulama, Pemuda Muhammadiyah, Persatuan Pemuda Kristen, dan Persatuan Pemuda Katholik. Pemuda-pemuda tersebut termotivasi oleh keinginan untuk bersatu dan kesadaran bahwa kemerdekaan Indonesia akan tercapai hanya dengan persatuan. Untuk menggabungkan semua organisasi kedaerahan menjadi satu kesatuan, mereka mengadakan Kongres Pemuda Indonesia. Selama zaman penjajahan Belanda, Kongres Pemuda Indonesia diselenggarakan tiga kali:
1)      Kongres Pemuda Indonesia I, berlangsung di Jakarta pada tahun 1926
Pada Kongres Pemuda Indonesia I yang berlangsung tanggal 30 April – 2 Mei tahun 1926 di Jakarta telah diikuti oleh semua organisasi pemuda. Namun, Kongres Pemuda Indonesia I belum dapat menghasilkan keputusan yang mewujudkan persatuan seluruh pemuda. Kongres Pemuda Indonesia I hanyalah persiapan Kongres Pemuda Indonesia II.
2)      Kongres Pemuda Indonesia II, berlangsung di Jakarta pada tahun 1928
Kongres Pemuda Indonesia II pada tanggal 27 – 28 Oktober berlangsung di Jakarta. Pusat penyelenggaraan kongres tersebut di Gedung Indonesische Club di Jl. Kramat Raya 106, tetapi keseluruhan sidang diselenggarakan di tiga tempat. Pemuda bekerja keras mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, termasuk menyusun panitia kongres. Pada malam penutupan tanggal 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda Indonesia II mengambil keputusan sebagai berikut.
a)      Menerima lagu “Indonesia Raya” ciptaan W.R. Supratman sebagai lagu Kebangsaan Indonesia.
b)      Menerima sang “Merah Putih” sebagai Bendera Indonesia.
c)       Semua organisasi pemuda dilebur menjadi satu dengan nama Indonesia Muda (berwatak nasional dalam arti luas).
d)     Diikrarkannya “Sumpah Pemuda” oleh semua wakil pemuda yang hadir.
2.5.3.       Kongres Perempuan Indonesia
Perkembangan organisasi wanita di Indonesia sebagai berikut.
1.        Pada tahun 1912 berdiri organisasi wanita yang pertama bernama Putri Mardika, yang merupakan bagian dari Budi Utomo. Putri Mardika mendampingi para perempuan dalam pendidikan, memberikan beasiswa, dan menerbitkan majalah sendiri.
2.        Pada tahun 1913 di Tasikmalaya berdiri organisasi Keutamaan Istri yang menaungi sekolah- sekolah yang didirikan oleh Dewi Sartika.
3.        Atas inisiatif Ny. Van Deventer berdirilah Kartini Fonds. Salah satu usaha Kartini Fonds adalah mendirikan sekolah-sekolah yang disebut Sekolah Kartini di berbagai kota seperti Batavia, Cirebon, Semarang, Madiun, dan Surabaya.
4.        Pada tahun 1914 di Kota Gadang, Bukittinggi, Sumatra Barat, Rohkna Kudus mendirikan Kerajinan Amal Setia. Salah satu usahanya adalah mendirikan sekolah-sekolah untuk wanita.
5.        Pada tahun 1917, Siti Wardiah, istri Ahmad Dahlan mendirikan Aisyiah sebagai bagian dari Muhammadiyah.
6.         Organisasi wanita lainnya yang merupakan pengembangan dari organisasi pria (pemuda) antara lain:
1) Sarekat Putri Islam (dari Sarekat Islam).
2) Ina Tuni (dari Jong Ambon).
3) Jong Java Meisjekring (dari Jong Java).
4) Jong Islami Bond Dames Afeiding (dari Jong Islami).
Adapun tokoh-tokoh wanita Indonesia yang dengan gigih berusaha memperjuangkan derajat dan emansipasi wanita antara lain:
a.       RA Kartini (1879–1904).
b.      Raden Dewi Sartika (1884–1947).
c.       Maria Walanda Maramis (1872–1924).
2.5.3.1.Kongres Perempuan Indonesia I
Pada tanggal 22 Agustus 1928 di Jogjakarta diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia I diikuti berbagai wakil organisasi wanita di antaranya Ny. Sukamto, Ny. Ki Hajar Dewantara, dan Nona Suyatin. Kongres berhasil membentuk Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI) dan berhasil merumuskan tujuan mempersatukan cita-cita dan usaha memajukan wanita Indonesia serta mengadakan gabungan atau perikatan di antara perkumpulan wanita. Pada tangal 28–31 Desember 1929 PPI mengadakan kongres di Jakarta dan mengubah nama PPI menjadi PPII (Perserikatan Perhimpunan Istri Indonesia).
2.5.3.2.Kongres Perempuan Indonesia II
Tanggal 20–24 Juli 1935 diadakan Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta dipimpin oleh Ny. Sri Mangunsarkoro. Kongres tersebut membahas masalah perburuhan perempuan, pemberantasan buta huruf, dan perkawinan.
2.5.3.3.Kongres Perempuan Indonesia III
Kongres Perempuan III berlangsung di Bandung tanggal 23– 28 Juli 1938 dipimpin oleh Ny. Emma Puradireja, membicarakan hak pilih dan dipilih bagi wanita di badan perwakilan. Dalam kongres tersebut disetujui RUU tentang perkawinan modern yang disusun oleh Ny. Maria Ulfah, dan disepakati tanggal lahir PPI 22 Desember sebagai Hari Ibu.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
            Adanya penjajahan di negeri Indonesia membuat dan memberikan perhatian bagi pahlawan bangsa ini untuk bisa membebaskan bangsa ini dari penjajahan. Salah satu jalan yang ditempuh dalam penggerak kemerdekaan ini adalah melalui organisasi. Organisasi ini antara lain Budi Utom, Serikat Islam, Indische Partij dan lainnya.
            Pergerakan nasional di Indonesia dapat digolongkan ke dalam empat kategori yaitu, pertama, pelopor pergerakan yang antara lain adalah budi utomo, serekat islam dan indische partij. Kedua, Masa Radikal yang antara lain, Perhimpunan Indonesia, Partai Komunis Indonesia, Partai Nasional Indonesia, dan Partindo, PNI-Baru, Gerindo. Ketiga, Gerakan Akhir Masa Hindia Belanda yang terdiri dari Fraksi Nasional, Petisi Sutardjo dan Gabungan Politik Indonesia. Keempat, Gerakan Perempuan dan Pemuda yang terdiri dari gerakan perempuan dan gerakan pemuda.
3.2. saran
            Kemerdekaan ini tidaklah didapat dengan mudah, tidaklah didapat dengan sendir melainkan karena kesatuan rasa bersatu yang terhimpun dalam organisai yang menggerakkan tujuan iti semakin dekat untuk dicapai. Dan bukanlah perihal yang mudah berjuang dalam organisasi yang ikhwalnya pada masa oraganisasi kita berdiri tersebut mendapat pertentengan dari pemerintah kita. Tetapi tidak ada yang tidak mungkin selagi kita bersama, berusaha dan berjuang untuk tujuan mulia, hingga apapun usaha kita tetap akan berbuah, jika tidak dipetik dimasa kita mungkin dimasa setelah kita.





DAFTAR PUSTAKA
Marwati Djoned Poesponegoro  dan Nugroho Notosusanto (2008). Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta : Balai Pustaka
Sudiyo (2004). Perhimpunan Indonesia. Jakarta : kerjasama PT. Bina Adiaksara dengan PT. Rineka Cipta
Sudiyo (2002). Pergerakan nasional. Jakarta : PT. Rineka Cifta
Direktur urusan kepahlawanan (2003). Album pahlawan bangsa. Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar