BAB II
PEMBAHASAN
Masyarakat
Desa Sawahan,
Kecamatan Sawahan,
Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur
2.1 Pengertian
Desa/Pedesaan
Menurut
para ahli ada beberapa definisi mengenai Desa. Berikut ini adalah defenisi Desa menurut para
ahli,diantaranya:
- R.Bintarto. (1977)
Desa adalah merupakan perwujudan
geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis
politik, kultural setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan
daerah lain.
- Sutarjo Kartohadikusumo (1965)
Desa merupakan kesatuan hukum tempat
tinggal suatu masyarakat yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri
merupakan pemerintahan terendah di bawah camat.
- William Ogburn dan MF Nimkoff
Desa adalah kesatuan organisasi
kehidupan sosial di dalam daerah terbatas.
- S.D. Misra
Desa adalah suatu kumpulan tempat
tinggal dan kumpulan daerah pertanian dengan batas-batas tertentu yang luasnya
antara 50 – 1.000 are.
- Paul H Landis
Desa adalah suatu wilayah yang
jumlah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai
berikut :
- Mempunyai
pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antra ribuan jiwa
- Ada
pertalian perasaan yang sama tentang kesukuaan terhadap kebiasaan
- Cara
berusaha (ekonomi) aalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi
alam sekitar seperti iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
- UU no. 22 tahun 1999
setempat berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan
berada di daerah Kabupaten.
- UU no. 5 tahun 1979
Desa adalah suatu wilayah yang
ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di
dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya
sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
·
Makna desa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 200)
Desa
adalah: (1) sekelompok rumah-rumah di luar kota yang merupakan kesatuan; kampong; dusun; (2) udik atau dusun (dalam
arti daerah pedalaman sebagai lawan kota); (3) tempat; tanah; daerah.
Pengertian ini merupakan pengertian yang disusun oleh orang-orang berangkat
dari kontra pemahaman mengenai kota.
2.2. Masyarakat Desa
Sawahan Kabupaten Nganjuk
Sawahan
merupakan sebuah desa dengan
kode wilayah 35.18.01.2002, terletak di kecamatan sawahan kabupaten nganjuk
provinsi jawa timur. Dilihat dari kecamatannya, desa sawahan terletak di bagian paling selatan Kabupaten Nganjuk, tepatnya 27 km ke arah
laut dari pusat kabupaten. Desa ini disebut sawahan karena disana
banyak dikelilingi oleh persawahan. Dari kecamatannya, Kecamatan Sawahan berada di kaki Gunung Wilis yang
menyebabkan suhu udara di daerah ini cukup sejuk. Kecamatan sawahan ini
di pimpin oleh Drs.Eko
Sutrisno,MM.
2.3. Unsur-unsur desa Sawahan
Menurut Bintarto Desa terbagi dalam tiga unsur dominan yang saling
melekat dan berkaitan yaitu sebagai berikut:
1) Unsur Kewilayahan atau Geografi
2) Unsur Penduduk
3) Unsur Tata Kehidupan
1)
Unsur Kewilayahan atau Geografi
Unsur kewilayahan berkaitan dengan lingkungan
alam,khususnya kondisi geografis yang berhubungan dengan stuktur dan kesuburan
tanah.Berdasarkan stuktur dan kesuburan tanah
desa dapat dibagi 3 yakni:
Ø Daerah yang berada di dataran tinggi atau pegunungan
Ø Daerah yang berada di dataran pantai
Ø Daerah yang berada di dataran rendah
Unsur geografi ini juga memiliki tingkat kesuburan yang berbeda-beda
antar daerah yang satu dengan yang lain. Tingkat kesuburan suatu daerah dapat
diperhatikan dari produksi desa yang dihasilkan. Pada umumnya produksi desa
berkaitan dengan mata pencaharian umum, seperti: produksi pertanian, produksi
perikanan, produksi perdagangan/industri.
Daerah
sawahan merupakan daerah yang hampir semua daerahnya dihuni oleh masyarakat
suku jawa yang turun temurun tinggal dan menetap di daerah ini,serta sebagian ada juga orang cina peranakan,yang membuat
tingkat solidaritas di daerah ini masih sangat tinggi. Hal ini dapat di
tunjukkan dari mata pencahariannya yang mana di daerah ini sebagian besar
masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Dalam bertani mereka masih
memakai sistem gotong royong(bantu-membantu) atau yang biasa disebut orang yang
berada di daerah ini dengan istilah” sambatan”. Selain menggunakan sambatan
dalam usaha bertani ada juga sebagian masyarakat yang menyewa atau membayar
orang untuk menyelesaikan lahan pertanian mereka hal ini bertujuan supaya lahan
pertanian mereka lebih cepat selesainya untuk difungsikan. Dan
mata pencaharian penduduk kecamatan sawahan adalah kebanyakan sebagai petani cengkeh, tembakau, kayu jati, bunga mawar, padi dan lain-lain.
2)
Unsur Penduduk
Unsur penduduk desa berkaitan dengan
jumlah,
pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian.
Selain itu letak Geografis dan penduduk juga menentukan kemajuan suatu desa.
Desa yang berada di daerah yang subur, apalagi berdekatan dengan kota cenderung
padat penduduknya dibandingkan dengan desa yang terpencil dan kurang subur.
3)
Unsur Tata kehidupan
Unsur Tata kehidupan ini berkaitan dengan pola pergaulan
dalam kehidupan sehari-hari, tata kehidupan sosial tersebut berkaitan dengan
kebiasaan masyarakat desa dan tradisi adat-istiadatnya. Unsur tata kehidupan
ini yang paling menonjol di masyarakat desa adalah ikatan kekeluargaannya yang
sangat erat, hal ini dapat dilihat dari kuatnya semangat gotong royong pada
masyarakat desa. Masyarakat desa atau rural community, hubungan antar individu
atau kelompok sosial seringkali ditujukan dengan kesamaan suatu daerah,
khususnya keterikatan pada tanah tumpah darah.
Hubungan
sosial pada masyarakat desa berada dalam satu hunian. Kesamaan hunian
melahirkan persamaan sama sebagai suatu kesatuan, akhirnya menjadi ranah
perasaan senasib dan sepenanggungan. Perasaan kolektif itu dijalin dengan
landasan saling memerlukan (Sukamto, 1995: 164).
Dalam
kehidupan sehari-hari di daerah desa
sawahan masih sangat terasa kental
adat-istiadat leluhur. Yang mana kebudayaan ini tercermin dari terus dijaganya
budaya leluhur dan sangat pantang apabila di langgar, sehingga tanpa terasa kebudayaan yang ada di daerah
ini menjadi hukum yang mengikat meskipun tidak tertulis.
Berbagai
ritual kebudayaan masyarakat sawahan yaitu Sebagai
berikut:
·
Acara
hajatan
Pada
setiap acara hajatan masyarakat sawahan ini biasanya menggunakan sesajen yang
diletakkan di dalam kamar, tetapi apabila hajatan yang dilakukan itu merupakan
hajatan besar-besaran seperti; pernikahan ataupun sunatan, biasanya mereka akan
meletakkan sesajen tidak hanya dirumah tetapi juga di tempat-tempat yang
dianggap keramat oleh warga sekitar. Hal ini bertujuan untuk menolak bala.
·
Acara
wetonan
Acara
wetonan biasanya dilakukan setiap jatuhnya tanggal kelahiran berdasarkan
penanggalan jawa. Dalam acara wetonan ini biasanya akan dibuat selamatan dengan
membuat nasi beserta lauk-pauknya yang kemudian nasi beserta lauk-pauk ini
diberikan kepada tetangga-tetangga, ritual wetonan ini bertujuan untuk
mendoakan agar sianak dijauhkan dari segala mara bahaya (menolak bala) dan agar
si anak juga diberikan kesehatan dan di murahkan rezkinya.
·
Acara
suronan
Acara
adat suronan ini biasanya dilakukan setiap tahun baru jawa oleh para sesepuh
yang mana dalam ritual ini diadakan ritual pencucian arca dalam upacara prana
prahista yang kemudian sisa airnya dipercikkan kepada keluaraga supaya diberi
keselamatan dan berkah awet muda ,ritual ini dilaksanakan di air terjun tujuh
seperti; air terjun sedudo yang berada dikaki gunung wilis. Warga sekitar
menyakini tempat ini merupakan tempat keramat dan tidak boleh sembarangan orang
bertindak atau pun berbicara bila berada
di daerah ini. Masyarakat di daerah ini juga mempercayai bahwa air terjun ini
mempunyai kekuatan supra natural.
Selain
ritual pencucian arca di tempat air terjun sedudo ini juga banyak dikunjungi
orang terutama dalam bulan suro (kalender jawa). Konon mitosnya yang ada sejak
zaman kerajaan majapahit pada bulan ini dipercayai dapat membawa berkah awet
muda bagi orang yang mandi di air terjun tersebut.
·
Prosesi
perkawinan
Sebelum
dilangsungkan peresmian pernikahan,terlebih dahulu dilakukan upacara-upacara.
Seorang pria yang ingin kawin dengan seorang gadis kekasih hatinya, pertama-tama
harus dtang ke tempat kediaman orang tua si gadis untuk menanyakan
kepadanya,apakah si gadis sudah ada yang empunya(pemiliknya) atau belum.jika
orang tua si gadis telah meninggal,hal ini disebut nakoke dapat ditanyakan
kepada wali,yakni anggota kerabat dekat yang dihitung menurut garis keturunan
laki-laki(patrilinier), seperti misalnya kakak laki-laki dan kakak ayah. Pada
waktu nakoke,si pria tadi biasanya di dampingi oleh orang tua sendiri atau
wakil orang tuanya. Sampai sekarang,terutama
didesa masih ada juga perkawinan-perkawinan dimana kedua orang tua yang
bersangkutan itu belum saling mengenal,tetapi harus kwin atas kehendak orang
tua. Dalam keadaan serupa itu ada upacara nontoni, yakni si calon suami
mendapat kesempatan untuk melihat calon istrinya. Apabila mendapat jawaban
bahwa si gadis itu belum ada yang memiliki dan kehendak hati akan
mempersuntingnya diterima, lalu ditetapkan kapan akan diadakan peningsetan. Hal
ini adlah upacara pemberian sejumlah harta dari si laki-laki calon suami kepada
kerabat si gadis yaitu orang tua atau waliinya. Harta itu biasanya berupa
sepasang pakaian orang wanita lengkap, terdiri dari sepotong kain dan kebaya
yang disebut pakaian sakpengadek. Kadang kala ada yang disertai dengan sebuah
cincin kawin. Dengan itu si gadis sudah terikat untuk melangsungkan perkawinan
atau wis dipacangake.
Sebelum
diadakan upacara peningsetan,terlebih dahulu diadakan perundingan untuk
memperbincangkan tanggal serta bulan perkawinan. Dalam perundingan ini diadakan
perhitungan weton,ialah perhitungan hari kelahiran kedua calon
pengantin,berdasarkan kombinasi nama sitem perhitungan tanggal masehi dengan
perhitungan tanggal sepasaran(mingguan orang jawa),merupakan suatu unsur yang
amat penting.
Dua
atau tiga hari sebelum upacara pertemuan kedua pengantin, diselenggarakan
upacara asok-tukon. Upacara ini adalah suatu tanda penyerahan harta kekayaan
pihak laki-laki kepada pihak wanita secara simbolis. Harta itu berupa sejumlah
uang, bahan pangan, perkakas rumah tangga, seperti ternak-ternak sapi,
kerbau,kudaatau biasa juga suatu kombinasi antara berbagai harta kekayaan
tadi,yang diserahkan kepada orang tua atau wali calon pengantin wanita,juga
disaksikan oleh kerabat-kerabatnya. Asok tukon yang disebut juga srakah atau
sasrahan itu merupakan tanda maskawin.
Selain
sistem perkawinan melalui cara pelamaran diatas itu,dikalangan masyarakat orang
jawa dikenal juga dengan sistem perkawinan magang atau ngenger, yaitu seorang
jejaka yang telah mengabdikan dirinya pada kerabat si gadis. Sehari menjelang
saat upacara perkawinan,pada pagi hari beberapa anggota kerabat pihak wanita
berkunjung ke makam para leluhurnya untuk meminta doa restu. Sedangkan pada
sore harinya diadakan upacara selamatan berkahan yang dilanjutkan dengan
leklekan diman para kerabat pengantin wanita serta tetangga dekat dan
kenalan-kenalannya berjaga dirumah hingga malam hari,bahkan sampai pagi hari.
Malam menjelang perkawinan dinamakan malam tirakatan atau malam midadareni. Ada
kepercayaan bahwa pada malam itu para bidadari turun dari kayangan dan memberi
restu kepada perkawinan tersebut.
Setelah
tiba hari perkawinan, pengantin laki-laki dengan diiringi oleh orang tua atau
walinya berikut para handai taulanya dan juga para tetangga sedukuh maupun
sedesa,pergi ke kelurahan desa untuk melaporkan kepada kaum , yaitu salah
seorang dari anggota pamong de sa yang khusus bertugas mengurus hal nikah,tlak
dan rujuk.sesudah itu baru ke kua. Upacara ini disaksikan oleh wali kedua belah
pihak ,setelah diadakan prosesi ijab kabul ini maka dilanjutkan lah upacara
pertemuan (temon) antara kedua mempelai yang akhirnya dipersandingkan diatas
pelaminan.
Selain
ritual-ritual tersebut masyarakat sawahan juga masih memakai primbon jawa
sebagai patokan dalam menetukan hari baik dan hal-hal keseharian dalam
kehidupan mereka.
Selain
ritual itu semua ada juga kepercayaan maasyarakat sawahan yang berupa pantangan
menikahi gadis ataupun perjaka di daerah tertentu karena menurut mitosnya
dengan menikahi gadis atau perjaka didaerah tertentu akan mendatangkan kesialan
atau marabahaya bagi yang melanggarnya.
Itulah
kebudayaan yang ada di kecamatan sawahan yang masih sangat kental, tetapi
kebudayaan tersebut dapat
selaras dengan kehidupan sehari-hari masyarakat disana.
2.4.Persebaran Desa
Persebaran desa di indonesia
mengikuti beberapa pola. Adapun pola persebaran desa di Indonesia dibagi
menjadi 3 yaitu:
- Pola Memanjang (linier)
Maksud dari pola memanjang atau
linier adalah untuk mendekati prasarana transportasi seperti jalan dan sungai
sehingga memudahkan untuk bepergian ke tempat lain jika ada keperluan. Di
samping itu, untuk memudahkan penyerahan barang dan jasa.
Pola memanjang dibagi menjadi 4
yaitu:
- Pola
yang mengikuti jalan. Pola desa yang terdapat di sebelah kiri dan kanan
jalan raya atau jalan umum. Pola ini banyak terdapat di dataran rendah.
- Pola
yang mengikuti sungai. Pola desa ini bentuknya memanjang mengikuti bentuk
sungai, umumnya terdapat di daerah pedalaman.
- Pola yang
mengikuti rel kereta api. Pola ini banyak terdapat di Pulau Jawa dan Sumatera karena penduduknya mendekati
fasilitas transportasi.
- Pola yang mengikuti pantai. Pada
umumnya, pola desa seperti ini merupakan desa nelayan yang terletak di
kawasan pantai yang landai.
- Pola Desa Menyebar
Pola desa ini umumnya terdapat di
daerah pegunungan atau dataran tinggi yang berelief kasar. Pemukiman penduduk
membentuk kelompok unit-unit yang kecil dan menyebar.
- Pola Desa Tersebar
Pola desa ini merupakan pola yang
tidak teratur karena kesuburan tanah tidak merata. Pola desa seperti ini
terdapat di daerah karst atau daerah berkapur. Keadaan topografinya sangat buruk.
Berdasarkan
uaraian mengenai persebaran desa diatas maka desa sawahan termasuk kedalam
golongan desa dengan pola persebaran menyebar, hal ini apat dilihat dari relief
dari desa sawahan yang terletak di kaki gunung wilis yang berudara sejuk. Serta
tata letak desa yang membentuk kelompok dan menyebar.
2.5. Ciri-ciri Masyarakat Desa Sawahan
Adapun
ciri-ciri masyarakat desa yaitu sebagai berikut:
·
Masyarakat desa masih erat hubungannya dengan lingkungan
alam
·
Masyarakat desa dalam menjalankan kehidupan dan
penghidupannya berdasarkan pada sifat hubungan gotong royong(paguyuban) yang
sangat erat
·
Proses sosial masih berjalan lambat, hal ini di sebabkan
beberapa faktor
·
Sosial kontrol atau anggeran masih berdasarkan kepada moral
dan hukum-hukum yang informal.
- Didalam masyarakat pedesaan di
antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila
dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
- Sistem kehidupan umumnya
berkelompok dengan dasar kekeluargaan
- Sebagian besar warga masyarakat
pedesaan hidup dari pertanian
- Masyarakat
tersebut homogen, seperti
dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya
2.6. Nilai Desa dan Tingkat Perkembangan Masyarakat Desa
Nilai desa akan sangat ditentukan
dan sangat tergantung kepada potensi-potensi yang dimiliki desa yang
bersangkutan. Oleh karena itu, bagi desa-desa yang memiliki potensi tinggi
apabila tahap demi tahap bisa digali, diolah dan dimanfaatkan maka akan nampak klasifikasi tingkat perkembangan desanya.
Dan untuk dapat lebih mendalami
tentang klasifikasi tingkat perkembangan desa maka menurut Direktorat Jendral pembangunan desa,
Departemen Dalam Negeri telah menetapkan 3 klasifikasi desa yaitu:
1. Desa Swadaya
v Pada tingkat desa swadaya ini dapat
dikatakan belum diolah dan belum dimanfaatkan secara baik
v Pada tingkat desa swadaya ini nampak
pula ciri-ciri seperti adat-istiadat dan kepercayaan masih mengikat
v Pada tingkat swadaya ini, tingkat
pendidikan masih rendah artinya yang lulus sekolah dasar kurang dari 20% dari
jumlah penduduk.
v Selain itu prasarana desa masih
kurang,jalan di desa belum dapat dilalui oleh kendaraan roda empat.
2. Desa Swakarya
v Pada tingkat desa swakarya ini potensi
desa sudah mulai digali serta di manfaatkan.
v Pada tingkat desa swakarya ini
nampak pula ciri-ciri antara lain:
o kelembagaan dan pemerintahan desa
sudah mulai berkembang,baik jumlahnya maupun fungsinya.
o adat-istiadat dan kepercayaan sudah
tidak terlalu mengikat lagi.
o swadaya gotong-royong masyarakat
mengalami transisi dari swadaya gotong-royong laten ke swadaya gotong-royong
manifes.
o masyarakatnya sudah sadar akan
pentingnya pembangunan.
v Pada tingkat desa swakarya ini,
tingkat pendidikan masyarakat desa antara 30% sampai 60%.
3. Desa Swasembada
v Pada tingkat desa Swasembada,
potensi desa terus digali, dikembangkan serta dimanfaatkan.
v Pada tingkat desa swsembada ini
nampak pula ciri-ciri sebagai berikut:
o Kelembagaan dan pemerintahan desa
sudah efektif, baik tugas maupun fungsinya.
o Adat-istiadat dan kepercayaan sudah
tidak mengikat lagi
o Masyarakat desa pada umumnya sudah
meninggalkan adat-istiadat dan tradisi yang menghambat pembangunan
v Swadaya dan gotong-royong sudah
terwujud (manifes) dalam arti pula bahwa swadaya gotong-royong dapat menunjang
program pemerintah
v Pada tingkat desa swasembada ini
nampak bahwa tingkat pendidikan sudah cukup tinggi lebih dari 60% dari jumlah
penduduk desa.
Berdasarkan tingkat perkembangan
desa secara
umum desa sawahan merupakan tingkat perkembangan desa swakarya,dengan
ciri-cirinya:
v Pada tingkat desa swakarya ini
potensi desa sudah mulai digali serta di manfaatkan.
v Pada tingkat desa swakarya ini
nampak pula ciri-ciri antara lain:
v kelembagaan dan pemerintahan desa
sudah mulai berkembang,baik jumlahnya maupun fungsinya.
v adat-istiadat dan kepercayaan sudah
tidak terlalu mengikat lagi.
v swadaya gotong-royong masyarakat
mengalami transisi dari swadaya gotong-royong laten ke swadaya gotong-royong
manifes.
v masyarakatnya sudah sadar akan pentingnya
pembangunan.
v Pada tingkat desa swakarya ini,
tingkat pendidikan masyarakat desa antara 30% sampai 60%.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dari uraian makalah diatas dapat
disimpulkan bahwa desa adalah kesatuan organisasi kehidupan sosial di dalam daerah
terbatas menurut William Ogburn dan MF Nimkoff.
Berdasarkan pengertian ini bahwa desa merupakan organisasi masyarakat yang
tergolong dari masyarakat sebagai anggotanya yang memiliki kewenangan untuk
menata kehidupan bermasyarakat di daerah kwasan desa yang dikuasainya.
Mengenai desa sawahan, desa sawahan
merupakan desa swakarya dengan pola persebaran desa menyebar. Desa sawahan ini
terletak di kaki Gunung Wilis yang
menyebabkan suhu udara di daerah ini cukup sejuk. Kehidupan ekonomi masyarakatnya
tergantung pada pertanian dan masih terikat dengan adat-istiadat walau tidak
terlalu mengikat lagi.
3.2. Saran
Berdasarkan isi makalah yang
diuraikan diatas penyusun menyarankan sebagai berikut:
1.
Desa merupakan suatu organisasi dengan masyarakat
sebagai anggotanya karenanya dibuthkan hubungan baik antara organisasi tersebut
dengan masyarakat, dimana masyarakat menghargai pemimpinnya, dan pemimpinnya
mengetahui kebutuhan dari yang dipimpinnya.
2.
Desa dengan kebudayaannya tidak akan bertahan jika
tidak ada usaha dari masyarakat desa tersebut untuk mempertahankan kebudayaan
desanya, sehinngga pelestarian kebudayaan adalah seutuhhnya tanggung jawab dari
masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Koentjaraningrat
(1999). Manusia dan Kebudayaan di
Indonesia. Jakarta: Djambatan
Bedriati
Ibrahim (2007). Studi masyarakat
Indonesia. Pekanbaru : Cendikia Insani Pekanbaru
Situs Resmi Kabupaten Nganjuk (2011). Kecamatan
sawahan. From www.nganjukkab.go.id. 10
desember 2011
Kode wilayah desa (2011). Kode wilayah desa sawahan
kecamatan sawahan kabupaten nganjuk. From http://www.wilayahindonesia.com/kelurahan/kode-wilayah-desa-sawahan-kecamatan-sawahan-kabupaten-nganjuk-propinsi-jawa-timur. 9 desember
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar