Selasa, 09 Oktober 2012

Masyarakat Desa Sawahan, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur


BAB II
PEMBAHASAN
Masyarakat Desa Sawahan, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur
2.1 Pengertian Desa/Pedesaan
Menurut para ahli ada beberapa definisi mengenai Desa. Berikut ini adalah defenisi Desa menurut para ahli,diantaranya:
  • R.Bintarto. (1977)
Desa adalah merupakan perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis politik, kultural setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain.

  • Sutarjo Kartohadikusumo (1965)
Desa merupakan kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri merupakan pemerintahan terendah di bawah camat.
  • William Ogburn dan MF Nimkoff
Desa adalah kesatuan organisasi kehidupan sosial di dalam daerah terbatas.
  • S.D. Misra
Desa adalah suatu kumpulan tempat tinggal dan kumpulan daerah pertanian dengan batas-batas tertentu yang luasnya antara 50 – 1.000 are.
  • Paul H Landis
Desa adalah suatu wilayah yang jumlah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antra ribuan jiwa
  2. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukuaan terhadap kebiasaan
  3. Cara berusaha (ekonomi) aalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam sekitar seperti iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
  • UU no. 22 tahun 1999
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten.
  • UU no. 5 tahun 1979
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
·         Makna desa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 200)

Desa adalah: (1) sekelompok rumah-rumah di luar kota yang merupakan kesatuan;    kampong; dusun; (2) udik atau dusun (dalam arti daerah pedalaman sebagai lawan kota); (3) tempat; tanah; daerah. Pengertian ini merupakan pengertian yang disusun oleh orang-orang berangkat dari kontra pemahaman mengenai kota.
2.2. Masyarakat Desa Sawahan Kabupaten Nganjuk
            Sawahan merupakan sebuah desa dengan kode wilayah 35.18.01.2002, terletak di kecamatan sawahan kabupaten nganjuk provinsi jawa timur. Dilihat dari kecamatannya, desa sawahan terletak di bagian paling selatan Kabupaten Nganjuk, tepatnya 27 km ke arah  laut dari pusat kabupaten. Desa ini disebut sawahan karena disana banyak dikelilingi oleh persawahan. Dari kecamatannya, Kecamatan Sawahan berada di kaki Gunung Wilis yang menyebabkan suhu udara di daerah ini cukup sejuk. Kecamatan sawahan ini di pimpin oleh Drs.Eko Sutrisno,MM.
2.3. Unsur-unsur desa Sawahan
Menurut Bintarto Desa terbagi dalam tiga unsur dominan yang saling melekat dan berkaitan yaitu sebagai berikut:
1)      Unsur Kewilayahan atau Geografi
2)      Unsur Penduduk
3)      Unsur Tata Kehidupan
1)   Unsur Kewilayahan atau Geografi
Unsur kewilayahan berkaitan dengan lingkungan alam,khususnya kondisi geografis yang berhubungan dengan stuktur dan kesuburan tanah.Berdasarkan stuktur dan kesuburan tanah  desa dapat dibagi 3 yakni:
Ø  Daerah yang berada di dataran tinggi atau pegunungan
Ø  Daerah yang berada di dataran pantai
Ø  Daerah yang berada di dataran rendah
Unsur geografi ini juga memiliki tingkat kesuburan yang berbeda-beda antar daerah yang satu dengan yang lain. Tingkat kesuburan suatu daerah dapat diperhatikan dari produksi desa yang dihasilkan. Pada umumnya produksi desa berkaitan dengan mata pencaharian umum, seperti: produksi pertanian, produksi perikanan, produksi perdagangan/industri.
Daerah sawahan merupakan daerah yang hampir semua daerahnya dihuni oleh masyarakat suku jawa yang turun temurun tinggal dan menetap di daerah ini,serta sebagian ada juga orang cina peranakan,yang membuat tingkat solidaritas di daerah ini masih sangat tinggi. Hal ini dapat di tunjukkan dari mata pencahariannya yang mana di daerah ini sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Dalam bertani mereka masih memakai sistem gotong royong(bantu-membantu) atau yang biasa disebut orang yang berada di daerah ini dengan istilah” sambatan”. Selain menggunakan sambatan dalam usaha bertani ada juga sebagian masyarakat yang menyewa atau membayar orang untuk menyelesaikan lahan pertanian mereka hal ini bertujuan supaya lahan pertanian mereka lebih cepat selesainya untuk difungsikan. Dan mata pencaharian penduduk kecamatan sawahan adalah kebanyakan sebagai petani cengkeh, tembakau, kayu jati, bunga mawar, padi dan lain-lain.
2)   Unsur Penduduk
            Unsur penduduk desa berkaitan dengan jumlah, pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian. Selain itu letak Geografis dan penduduk juga menentukan kemajuan suatu desa. Desa yang berada di daerah yang subur, apalagi berdekatan dengan kota cenderung padat penduduknya dibandingkan dengan desa yang terpencil dan kurang subur.
3)   Unsur Tata kehidupan
Unsur Tata kehidupan ini berkaitan dengan pola pergaulan dalam kehidupan sehari-hari, tata kehidupan sosial tersebut berkaitan dengan kebiasaan masyarakat desa dan tradisi adat-istiadatnya. Unsur tata kehidupan ini yang paling menonjol di masyarakat desa adalah ikatan kekeluargaannya yang sangat erat, hal ini dapat dilihat dari kuatnya semangat gotong royong pada masyarakat desa. Masyarakat desa atau rural community, hubungan antar individu atau kelompok sosial seringkali ditujukan dengan kesamaan suatu daerah, khususnya keterikatan pada tanah tumpah darah.
Hubungan sosial pada masyarakat desa berada dalam satu hunian. Kesamaan hunian melahirkan persamaan sama sebagai suatu kesatuan, akhirnya menjadi ranah perasaan senasib dan sepenanggungan. Perasaan kolektif itu dijalin dengan landasan saling memerlukan (Sukamto, 1995: 164).
Dalam kehidupan sehari-hari di daerah desa sawahan masih sangat terasa kental adat-istiadat leluhur. Yang mana kebudayaan ini tercermin dari terus dijaganya budaya leluhur dan sangat pantang apabila di langgar, sehingga  tanpa terasa kebudayaan yang ada di daerah ini menjadi hukum yang mengikat meskipun tidak tertulis.
Berbagai ritual kebudayaan masyarakat sawahan yaitu Sebagai berikut:
·           Acara hajatan
Pada setiap acara hajatan masyarakat sawahan ini biasanya menggunakan sesajen yang diletakkan di dalam kamar, tetapi apabila hajatan yang dilakukan itu merupakan hajatan besar-besaran seperti; pernikahan ataupun sunatan, biasanya mereka akan meletakkan sesajen tidak hanya dirumah tetapi juga di tempat-tempat yang dianggap keramat oleh warga sekitar. Hal ini bertujuan untuk menolak bala.
·           Acara wetonan
Acara wetonan biasanya dilakukan setiap jatuhnya tanggal kelahiran berdasarkan penanggalan jawa. Dalam acara wetonan ini biasanya akan dibuat selamatan dengan membuat nasi beserta lauk-pauknya yang kemudian nasi beserta lauk-pauk ini diberikan kepada tetangga-tetangga, ritual wetonan ini bertujuan untuk mendoakan agar sianak dijauhkan dari segala mara bahaya (menolak bala) dan agar si anak juga diberikan kesehatan dan di murahkan rezkinya.
·           Acara suronan
Acara adat suronan ini biasanya dilakukan setiap tahun baru jawa oleh para sesepuh yang mana dalam ritual ini diadakan ritual pencucian arca dalam upacara prana prahista yang kemudian sisa airnya dipercikkan kepada keluaraga supaya diberi keselamatan dan berkah awet muda ,ritual ini dilaksanakan di air terjun tujuh seperti; air terjun sedudo yang berada dikaki gunung wilis. Warga sekitar menyakini tempat ini merupakan tempat keramat dan tidak boleh sembarangan orang bertindak atau pun berbicara  bila berada di daerah ini. Masyarakat di daerah ini juga mempercayai bahwa air terjun ini mempunyai kekuatan supra natural.
Selain ritual pencucian arca di tempat air terjun sedudo ini juga banyak dikunjungi orang terutama dalam bulan suro (kalender jawa). Konon mitosnya yang ada sejak zaman kerajaan majapahit pada bulan ini dipercayai dapat membawa berkah awet muda bagi orang yang mandi di air terjun tersebut.
·           Prosesi perkawinan
Sebelum dilangsungkan peresmian pernikahan,terlebih dahulu dilakukan upacara-upacara. Seorang pria yang ingin kawin dengan seorang gadis kekasih hatinya, pertama-tama harus dtang ke tempat kediaman orang tua si gadis untuk menanyakan kepadanya,apakah si gadis sudah ada yang empunya(pemiliknya) atau belum.jika orang tua si gadis telah meninggal,hal ini disebut nakoke dapat ditanyakan kepada wali,yakni anggota kerabat dekat yang dihitung menurut garis keturunan laki-laki(patrilinier), seperti misalnya kakak laki-laki dan kakak ayah. Pada waktu nakoke,si pria tadi biasanya di dampingi oleh orang tua sendiri atau wakil orang tuanya. Sampai sekarang,terutama  didesa masih ada juga perkawinan-perkawinan dimana kedua orang tua yang bersangkutan itu belum saling mengenal,tetapi harus kwin atas kehendak orang tua. Dalam keadaan serupa itu ada upacara nontoni, yakni si calon suami mendapat kesempatan untuk melihat calon istrinya. Apabila mendapat jawaban bahwa si gadis itu belum ada yang memiliki dan kehendak hati akan mempersuntingnya diterima, lalu ditetapkan kapan akan diadakan peningsetan. Hal ini adlah upacara pemberian sejumlah harta dari si laki-laki calon suami kepada kerabat si gadis yaitu orang tua atau waliinya. Harta itu biasanya berupa sepasang pakaian orang wanita lengkap, terdiri dari sepotong kain dan kebaya yang disebut pakaian sakpengadek. Kadang kala ada yang disertai dengan sebuah cincin kawin. Dengan itu si gadis sudah terikat untuk melangsungkan perkawinan atau wis dipacangake.
Sebelum diadakan upacara peningsetan,terlebih dahulu diadakan perundingan untuk memperbincangkan tanggal serta bulan perkawinan. Dalam perundingan ini diadakan perhitungan weton,ialah perhitungan hari kelahiran kedua calon pengantin,berdasarkan kombinasi nama sitem perhitungan tanggal masehi dengan perhitungan tanggal sepasaran(mingguan orang jawa),merupakan suatu unsur yang amat penting.
Dua atau tiga hari sebelum upacara pertemuan kedua pengantin, diselenggarakan upacara asok-tukon. Upacara ini adalah suatu tanda penyerahan harta kekayaan pihak laki-laki kepada pihak wanita secara simbolis. Harta itu berupa sejumlah uang, bahan pangan, perkakas rumah tangga, seperti ternak-ternak sapi, kerbau,kudaatau biasa juga suatu kombinasi antara berbagai harta kekayaan tadi,yang diserahkan kepada orang tua atau wali calon pengantin wanita,juga disaksikan oleh kerabat-kerabatnya. Asok tukon yang disebut juga srakah atau sasrahan itu merupakan tanda maskawin.
Selain sistem perkawinan melalui cara pelamaran diatas itu,dikalangan masyarakat orang jawa dikenal juga dengan sistem perkawinan magang atau ngenger, yaitu seorang jejaka yang telah mengabdikan dirinya pada kerabat si gadis. Sehari menjelang saat upacara perkawinan,pada pagi hari beberapa anggota kerabat pihak wanita berkunjung ke makam para leluhurnya untuk meminta doa restu. Sedangkan pada sore harinya diadakan upacara selamatan berkahan yang dilanjutkan dengan leklekan diman para kerabat pengantin wanita serta tetangga dekat dan kenalan-kenalannya berjaga dirumah hingga malam hari,bahkan sampai pagi hari. Malam menjelang perkawinan dinamakan malam tirakatan atau malam midadareni. Ada kepercayaan bahwa pada malam itu para bidadari turun dari kayangan dan memberi restu kepada perkawinan tersebut.
Setelah tiba hari perkawinan, pengantin laki-laki dengan diiringi oleh orang tua atau walinya berikut para handai taulanya dan juga para tetangga sedukuh maupun sedesa,pergi ke kelurahan desa untuk melaporkan kepada kaum , yaitu salah seorang dari anggota pamong de sa yang khusus bertugas mengurus hal nikah,tlak dan rujuk.sesudah itu baru ke kua. Upacara ini disaksikan oleh wali kedua belah pihak ,setelah diadakan prosesi ijab kabul ini maka dilanjutkan lah upacara pertemuan (temon) antara kedua mempelai yang akhirnya dipersandingkan diatas pelaminan.                                                                                               
Selain ritual-ritual tersebut masyarakat sawahan juga masih memakai primbon jawa sebagai patokan dalam menetukan hari baik dan hal-hal keseharian dalam kehidupan mereka.
Selain ritual itu semua ada juga kepercayaan maasyarakat sawahan yang berupa pantangan menikahi gadis ataupun perjaka di daerah tertentu karena menurut mitosnya dengan menikahi gadis atau perjaka didaerah tertentu akan mendatangkan kesialan atau marabahaya bagi yang melanggarnya.
Itulah kebudayaan yang ada di kecamatan sawahan yang masih sangat kental, tetapi kebudayaan tersebut dapat selaras dengan kehidupan sehari-hari masyarakat disana.
2.4.Persebaran Desa
Persebaran desa di indonesia mengikuti beberapa pola. Adapun pola persebaran desa di Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu:
  • Pola Memanjang (linier)
Maksud dari pola memanjang atau linier adalah untuk mendekati prasarana transportasi seperti jalan dan sungai sehingga memudahkan untuk bepergian ke tempat lain jika ada keperluan. Di samping itu, untuk memudahkan penyerahan barang dan jasa.
Pola memanjang dibagi menjadi 4 yaitu:
  1. Pola yang mengikuti jalan. Pola desa yang terdapat di sebelah kiri dan kanan jalan raya atau jalan umum. Pola ini banyak terdapat di dataran rendah.
  2. Pola yang mengikuti sungai. Pola desa ini bentuknya memanjang mengikuti bentuk sungai, umumnya terdapat di daerah pedalaman.
  3. Pola yang mengikuti rel kereta api. Pola ini banyak terdapat di Pulau Jawa dan Sumatera karena penduduknya mendekati fasilitas transportasi.
  4. Pola yang mengikuti pantai. Pada umumnya, pola desa seperti ini merupakan desa nelayan yang terletak di kawasan pantai yang landai.
  • Pola Desa Menyebar
Pola desa ini umumnya terdapat di daerah pegunungan atau dataran tinggi yang berelief kasar. Pemukiman penduduk membentuk kelompok unit-unit yang kecil dan menyebar.
  • Pola Desa Tersebar
Pola desa ini merupakan pola yang tidak teratur karena kesuburan tanah tidak merata. Pola desa seperti ini terdapat di daerah karst atau daerah berkapur. Keadaan topografinya sangat buruk.
Berdasarkan uaraian mengenai persebaran desa diatas maka desa sawahan termasuk kedalam golongan desa dengan pola persebaran menyebar, hal ini apat dilihat dari relief dari desa sawahan yang terletak di kaki gunung wilis yang berudara sejuk. Serta tata letak desa yang membentuk kelompok dan menyebar.
2.5. Ciri-ciri Masyarakat Desa Sawahan
Adapun ciri-ciri masyarakat desa yaitu sebagai berikut:
·         Masyarakat desa masih erat hubungannya dengan lingkungan alam
·         Masyarakat desa dalam menjalankan kehidupan dan penghidupannya berdasarkan pada sifat hubungan gotong royong(paguyuban) yang sangat erat
·         Proses sosial masih berjalan lambat, hal ini di sebabkan beberapa faktor
·         Sosial kontrol atau anggeran masih berdasarkan kepada moral dan hukum-hukum yang informal.
  • Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
  • Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
  • Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
  • Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal  mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya
2.6. Nilai Desa dan Tingkat Perkembangan Masyarakat Desa
Nilai desa akan sangat ditentukan dan sangat tergantung kepada potensi-potensi yang dimiliki desa yang bersangkutan. Oleh karena itu, bagi desa-desa yang memiliki potensi tinggi apabila tahap demi tahap bisa digali, diolah dan dimanfaatkan  maka akan nampak klasifikasi tingkat perkembangan desanya.
Dan untuk dapat lebih mendalami tentang klasifikasi tingkat perkembangan desa maka menurut  Direktorat Jendral pembangunan desa, Departemen Dalam Negeri telah menetapkan 3 klasifikasi desa yaitu:
1.  Desa Swadaya
v Pada tingkat desa swadaya ini dapat dikatakan belum diolah dan belum dimanfaatkan secara baik
v Pada tingkat desa swadaya ini nampak pula ciri-ciri seperti adat-istiadat dan kepercayaan masih mengikat
v Pada tingkat swadaya ini, tingkat pendidikan masih rendah artinya yang lulus sekolah dasar kurang dari 20% dari jumlah penduduk.
v Selain itu prasarana desa masih kurang,jalan di desa belum dapat dilalui oleh kendaraan roda empat.
2.  Desa Swakarya
v Pada tingkat desa swakarya ini potensi desa sudah mulai digali serta di manfaatkan.
v Pada tingkat desa swakarya ini nampak pula ciri-ciri antara lain:
o  kelembagaan dan pemerintahan desa sudah mulai berkembang,baik jumlahnya maupun fungsinya.
o  adat-istiadat dan kepercayaan sudah tidak terlalu mengikat lagi.
o  swadaya gotong-royong masyarakat mengalami transisi dari swadaya gotong-royong laten ke swadaya gotong-royong manifes.
o  masyarakatnya sudah sadar akan pentingnya pembangunan.
v Pada tingkat desa swakarya ini, tingkat pendidikan masyarakat desa antara 30% sampai 60%.
3.  Desa Swasembada
v Pada tingkat desa Swasembada, potensi desa terus digali, dikembangkan serta dimanfaatkan.
v Pada tingkat desa swsembada ini nampak pula ciri-ciri sebagai berikut:
o  Kelembagaan dan pemerintahan desa sudah efektif, baik tugas maupun fungsinya.
o  Adat-istiadat dan kepercayaan sudah tidak mengikat lagi
o  Masyarakat desa pada umumnya sudah meninggalkan adat-istiadat dan tradisi yang menghambat pembangunan
v Swadaya dan gotong-royong sudah terwujud (manifes) dalam arti pula bahwa swadaya gotong-royong dapat menunjang program pemerintah
v Pada tingkat desa swasembada ini nampak bahwa tingkat pendidikan sudah cukup tinggi lebih dari 60% dari jumlah penduduk desa.

Berdasarkan tingkat perkembangan desa secara umum desa sawahan merupakan tingkat perkembangan desa swakarya,dengan ciri-cirinya:
v Pada tingkat desa swakarya ini potensi desa sudah mulai digali serta di manfaatkan.
v Pada tingkat desa swakarya ini nampak pula ciri-ciri antara lain:
v  kelembagaan dan pemerintahan desa sudah mulai berkembang,baik jumlahnya maupun fungsinya.
v  adat-istiadat dan kepercayaan sudah tidak terlalu mengikat lagi.
v  swadaya gotong-royong masyarakat mengalami transisi dari swadaya gotong-royong laten ke swadaya gotong-royong manifes.
v  masyarakatnya sudah sadar akan pentingnya pembangunan.
v  Pada tingkat desa swakarya ini, tingkat pendidikan masyarakat desa antara 30% sampai 60%.

BAB III
PENUTUP
3.1.  Kesimpulan
Dari uraian makalah diatas dapat disimpulkan bahwa desa adalah kesatuan organisasi kehidupan sosial di dalam daerah terbatas menurut William Ogburn dan MF Nimkoff. Berdasarkan pengertian ini bahwa desa merupakan organisasi masyarakat yang tergolong dari masyarakat sebagai anggotanya yang memiliki kewenangan untuk menata kehidupan bermasyarakat di daerah kwasan desa yang dikuasainya.
Mengenai desa sawahan, desa sawahan merupakan desa swakarya dengan pola persebaran desa menyebar. Desa sawahan ini terletak di kaki Gunung Wilis yang menyebabkan suhu udara di daerah ini cukup sejuk. Kehidupan ekonomi masyarakatnya tergantung pada pertanian dan masih terikat dengan adat-istiadat walau tidak terlalu mengikat lagi.
3.2.  Saran
Berdasarkan isi makalah yang diuraikan diatas penyusun menyarankan sebagai berikut:
1.        Desa merupakan suatu organisasi dengan masyarakat sebagai anggotanya karenanya dibuthkan hubungan baik antara organisasi tersebut dengan masyarakat, dimana masyarakat menghargai pemimpinnya, dan pemimpinnya mengetahui kebutuhan dari yang dipimpinnya.
2.        Desa dengan kebudayaannya tidak akan bertahan jika tidak ada usaha dari masyarakat desa tersebut untuk mempertahankan kebudayaan desanya, sehinngga pelestarian kebudayaan adalah seutuhhnya tanggung jawab dari masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat (1999). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan
Bedriati Ibrahim (2007). Studi masyarakat Indonesia. Pekanbaru : Cendikia Insani Pekanbaru
Situs Resmi Kabupaten Nganjuk (2011). Kecamatan sawahan. From www.nganjukkab.go.id. 10 desember 2011
Kode wilayah desa (2011). Kode wilayah desa sawahan kecamatan sawahan kabupaten nganjuk. From http://www.wilayahindonesia.com/kelurahan/kode-wilayah-desa-sawahan-kecamatan-sawahan-kabupaten-nganjuk-propinsi-jawa-timur.  9 desember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar